Sebagai anak perempuan pertama dan berdarah Minang, sudah barang tentu saya amat disanjung oleh Ayahanda juga Kakek dari pihak Ayah. Apa-apa untuk saya adalah yang paling didahulukan, mendapat porsi paling baik dan banyak termasuk nama dan... berat badan :D . Sedari kecil sudah terbiasa ke Ayah dibanding ke Ibu. Entah mengapa. Mungkin karena saya merasa Ayah-lah penyebab kebahagian utama saya, karena banyak uang. Dulu loh, sekarang mah enggak eh masih sih. Kebiasaan ini terus hingga kini, sampai perihal saya suka ke kamu pun Ayah tahu :')
"Mulai sekarang gelarnya nambah yah jadi Sella Selvana Sembiga Koto, kepanjangan?"
Ayah berbincang serius pada saya di atas angkutan umum Panjang-Sukaraja yang warnanya orange seperti sunkist. Itu pertama kalinya kami berdiskusi dan saya sudah melambung merasa "Besar". Padahal baru mau naik kelas dua SD.
Memang, saat kelas 1 SD mah saya masih menulis ejaan nama Sela Selvana. Non-double L, minus Sembiga juga Koto. Maklum, anak kelas 1 SD gitu, belum sanggup menghadapi kerumitan dunia, seperti nama misalnya.
"Gak kok Yah, harusnya lebih panjang lagi," saya menjawab dengan sombongnya.
Pada akhirnya saya lupa juga menulis kata KOTO pada akhir nama, untuk itulah secara administratif nama saya tidak pajang. Kena tulah gitu.
0 comments:
Post a Comment