Saya baru saja membaca kabar gembira tentang pelajar Indonesia yang meraih medali pada International Biology Olympiad 2015. Alhamdulillah, masih ada yang bisa kasih berita bahagia di tengah gonjang-ganjing negeri ini.

Tapi, kemudian saya jadi kepikiran. Yah, tentang nasib pemuda-pemudi Indonesia yang lainnya. Maaf, kali ini saya gak lagi mikirin nasib para Jomblo, untuk hal itu mah kalian banyak-banyak dzikir ajalah kalau mau lekas ketemu jodoh. Ini saya lagi kepikiran, kan mereka yang menang olimpiade ini pada dapet beasiswa sampe S3 juga kalau meraih medali Emas. Setelah saya kepo, diantara empat orang itu ada juga yang anak Pejabat di Dirjen Pajak, anak orang berpunyalah. Bukan maksud saya mau bilang ini gak fair namun tentulah wajar kiranya anak dengan segudang fasilitas begitu menang olimpiade International. Nah, anak-anak Indonesia yang gak seberapa pinternya, gak seberapa beruntung perekonomian keluarganya tapi punya potensi besar, gimana nasibnya? Diperparah dengan lokasi domisili di pelosok serta pola pikir lingkungan terutama orang tua yang masih kolot. Banyak diantaranya putus sekolah atau malah tidak mendapatkan akses pendidikan sama sekali.

Berdasarkan data UNICEF tahun ini sebanyak 2,5 juta anak Indonesia tidak dapat menikmati pendidikan lanjutan yakni sebanyak 600 ribu anak usia sekolah dasar (SD) dan 1,9 juta anak usia Sekolah Menengah Pertama (SMP). Untuk daerah desa dan kota perbandingan angka putus sekolahnya 3:1.

Jangankan desa pelosok sono-sono, di sekitar rumah saya saja -yang notabenenya masih kota cukup maju yang ditandai dengan makin menjamurnya pusat perbelanjaan modern serta tempat nongkrong borjuis- masih cukup banyak adek-adek yang putus sekolah.

Selain program kartu-kartuan serta Bidik Misi dari Presiden (Republik Indonesia yah, bukan Kongo), Pemerintah kota kami, Bandar Lampung, yaitu pak Herman HN memang memiliki program Biling (Bina Lingkungan) hingga tingkat SMA, jadi adek-adek bisa mendaftar tanpa tes untuk masuk sekolah negeri mana saja, asal dekat rumahnya dengan radius kilometer tertentu. Namun, sesungguhnya beasiswa belum lah menjadi jawaban memuaskan bagi sebagian khalayak. Selain karena ada beberapa peraturan (seperti mesti miskin banget --atau memiskinkan diri banget-- yah mesti pinter banget, berprestasi banget, menonjol banget, dll banget) hingga cakupan yang bisa menggapai beasiswa cukup terbatas, ada juga orang tua yang bingung serta pernah berkata...

"Iyah sih sekolahnya gratis lah buku, baju, sepatu, tas apanya kan beli pake duit ongkos juga pake duit." -Tetangga,-

Jadi, apakah mode beasiswa yang persyaratannya mesti pake "banget" itu kurang efektif?

Sekali lagi, tergantung kita menggunakan perspektif dan pendekatan apa. Lagian, ini bisa jadi ajang pemacu siswa untuk lebih semangat biar bisa meraih beasiswa. Yah mestilah jadi "Pinter Banget" atau kalau susah untuk itu, jadi lah "Miskin Banget".

Lalu, bagaimana nasib anak yang pas-pasan mau sekolah lanjut tinggi tapi biaya gak cukup sementara gak bisa juga dibilang miskin. Mau lewat jalur adu nilai tapi pas-pasan aja pinternya gak keblenger. Tapi punya bakat terpendam yang belum terasah dengan fasilitas sarana prasarana belajar yang cukup "di-alhamdulillah-in ajah"?

Sabar Dek,

"Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri." (Ar-Ra'd:11)

Allah sih berfirmannya begitu, ah gimana atuh merubah nasib sendiri teh Sel?

Ada cara paling mudahnya, kalau kamu percaya...

Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina. ” (Al-Mu'min:60)

Tentu saja, berdoa diiringi usaha, usaha bisa apa saja seperti usaha gorengan juga es shanghai. Belajar juga, bukan cuma di sekolah, belajar bisa di rumah bahkan di jalan. Taati perintah Allah, suatu keharusan. Masa sih udah lah semua hal pas-pasan lah kok ibadah juga mau pas-pasan.

Terlepas dari itu semua, gak kebagian beasiswa juga enggak jadi masalah. Yang jadi masalah mah kalau gak kebagian oksigen serta gak kebagian jodoh *eh*. Kamu, aku dan mereka pasti punya peran tersendiri di Bumi ini, jangan terlalu kepengen kayak orang, empret banget deh itu. Kalau semua orang jadi juara olimpiade, terus siapa yang nyapu jalan? Yang ngangkutin sampah dari kompleks ke TPA? Yang ngegali kubur? Nah loh, bingungkan.

Jangan pula, nanya-nanya ke Pak Jokowi tentang nasibmu itu, Ndok, Nang. Kasian sama si Bapak, Beliau itu sama tidur aja tau inget tau enggak. Kelihatan lelah mulu yah.

Yaudahlah, saya juga mau bobo sore duyu, Dah.




Bandar Lampung,
19 juli 2015




Source: www.lensaindonesia.com/2013/07/27/ribuan-anak-sumatera-selatan-putus-sekolah.html