Sumber Foto: Wikipedia


"Makanan terenak bukan dilihat dari seberapa mewah bahannya tapi dilihat dari sedang bagaimana dan bersama siapa kita makan, itulah cita rasa." -Sella, 22th, single ceria manis berbakat-

Saya sadar, semua orang tentu memiliki makanan favoritnya sendiri, itukan selera. Menu berbumbu kacang seperti pecel, keredok, ketoprak juga sate adalah kesukaan saya. Terutamanya sate. Tapi, untuk sate sih saya lebih suka sate Padang, mungkin lidah saya masih menganut paham Rasis.
Kemungkinan yang paling mungkin adalah, saya selalu makan sate Padang pada saat istimewa bersama orang istimewa! Itu faktanya.

Sate Padang menurut Wikipedia

Sate Padang adalah sebutan untuk tiga jenis varian sate di Sumatera Barat, yaitu Sate Padang, Sate Padang Panjang dan Sate Pariaman .

Sate Padang memakai bahan daging sapi, lidah, atau jerohan (jantung, usus, dan tetelan) [1] dengan bumbu kuah kacang kental (mirip bubur) ditambah cabai yang banyak sehingga rasanya pedas.

Sate Padang Panjang dibedakan dengan kuah sate nya yang ber warna kuning sedangkan sate Pariaman kuahnya berwarna merah . Rasa kedua jenis sate ini juga berbeda. Sedangkan sate Padang mempunyai bermacam rasa perpaduan kedua jenis varian sate di atas.


Betapa,
Waktu saya kecil, ayah bekerja di sebuah Rumah Makan Padang yang sekaligus dijadikan Hotel (catat: Iyah, RM yang ada Hotelnya bukan Hotel yang ada RM-nya). Kebetulan sekali, walau masih berada pada kota yang sama tapi jarak tempat kerja ayah dan kediaman kami dulu sangat jauh. Jadi, ayah menginap di sana dan hanya pulang satu hingga dua minggu sekali. Itulah masa perkenalan saya dengan sate Padang, setiap pulang ayah pasti bawa itu. Disanalah saya mulai meyakini bahwa Sate Padang adalah makanan syurga karena dibawakan oleh orang tercinta.

Setelah beranjak besar saya jarang lagi makan sate Padang kecuali hanya jika saya naik kelas. Sekedar perayaan kecil.

Kemudian sewaktu merantau untuk kuliah dan mesti mengalami Lebaran di Kota orang tanpa Orang Tua, saya sangat rindu rumah. Dan, sate Padang yang ada di Rumah Makan Sederhana ( yang tidak sesederhana namanya ) di sekitar Jalan Lodaya Bandung-lah pengobat kangen saya.

Moment makan sate Padang lagi waktu kuliah tingkat 2, bersama Agi di pinggir jalan Geger Kalong Girang, seberang DT. Itu tentu saja istimewa, karena kami makan-makanan syurga dengan membumi, ngemper duduk di trotoar.

Moment terbaru makan sate Padang (terbaru?? Dua tahun lalu, hah) bareng Teh Yuval dan Aa Manan, habis dari BEC, tapi makannya di Setiabudhi karena udah hampir sampai kostan baru inget laper. Di sana juga saya baru tau kalau Aa Manan BELUM PERNAH MAKAN SATE PADANG sebelumnya,

"Aa jadi kangen sella, kalau lagi makan sate Padang. Jadi suka banget sekarang (suka ke sate Padang maksudnya, bukan ke sella)."
Begitulah isi messenger Aa Manan suatu hari, saya hanya ketawa.

Ah, sate Padang, kapan lagi kita bisa menyatu dalam perasaan yang nyata? Kapan lagi kamu bisa tunjukkan ke saya bahwa di Bumi memang ada syurga, walau kecil.



Bandar Lampung,




1 Juni 2015

Kangen kamu :)