Sebentar lagi tanggal 18, ini bukannya saya ngarepin si lebaran tapi hujan yang turun sejak pagi menggiring saya untuk buka-buka facebook kamu. Saya masih ingat betul saat itu bulan April yang sering hujan walau tidak se-istiqomah bulan Juni. Yang dimana pada bulan Mei depannya saya di jemput oleh Ibu dan Mama juga Dek Bayu.

"Bagaimana bisa kamu bilang cinta ke aku dan mesti dipercaya padahal bahkan kamu gak cinta sama orang tua serta diri kamu sendiri." - P, Sang Bulan -
Kamu mungkin gak tau kalau hari ini saya kebagian tugas urus konsumsi kering lebaran, berhubung saya agak banyak kerjaan jadi bikin simple aja, Tumb Tart. Cuma modal jempol yang lebar. Pas udah jadi, saya heran.

TART-nya MASAM

Sudah pasti, penyebabnya bukan karena nanas, strawberry, blueberry apalagi lidah. Ini sebabnya hati. Kamfret memang :v
Saya rindu ke kamu, kayak pungguk ke bulan. Kamu, mungkin juga belum tahu. Kisah pungguk yang sering dijadikan simbol kerinduan itu.

***

Dongeng Pungguk Merindu Bulan
Pungguk adalah sejenis burung hantu, dulunya dia adalah seorang Pangeran Bintang. Bersama kekasihnya, Putri Bulan, seringkali Ia melihat lihat ke Bumi, dari Langit. Suatu hari, Pungguk melihat benda seperti permata di bumi.
"Bulan, permata itu sangat indah. Aku akan mengambilkannya untukmu,"
"Tidak usah, bagiku, kamulah permata paling terang kilaunya dibanding apapun."
Ternyata, Pangeran Bintang tidak menggrubis ucapan Putri Bulan. Ia meminta jimat pada Dewa Matahari untuk bisa pergi ke Bumi dan menyamar menjadi Pungguk agar leluasa terbang di malam hari demi menemukan permata berkilau itu. 
Ternyata, itu hanya cermin!
Yah, cermin biasa yang justru karena sinarnya-lah menjadi berkilau. Pangeran Bintang yang sedih ingin kembali pulang ke langit. Tapi tidak bisa.
Ternyata, jimatnya jatuh dan hilang!
Ia tidak bisa berubah menjadi bintang lagi. Ia tidak bisa kembali ke langit lagi. Karena itu, Pungguk senang bertengger di malam hari pada ranting pohon. Di bawah sinar Bulan. Di bawah sinar kekasihnya.

***

Itu hanya dongeng karangan saya, saya yang sedang rindu kamu. Tapi saya tidak punya kuasa untuk saat ini, mengubah diri kembali jadi Bintang untuk kemudian terbang ke Langit, nemuin kamu, Bulan.
Tapi, rasanya walaupun saya bisa begitu -berubah jadi bintang lagi- kamu tetap gak akan mau ketemu saya lagi, saya yang bagimu sama seperti kertas mulus diremes-remes. Lecek. Gak bisa balik lagi. Tapi, rasanya, masam.

"Ada yang tak sempat tergambarkan oleh kata ketika kita berdua. Hanya aku yang bisa bertanya mungkinkah kau tau jawabnya. Malam jadi saksinya, kita berdua diantara kata yang terucap. Berharap waktu kan datang membawa keberanian, untuk kita temukan jawabnya..." - Berdua Saja, Payung Teduh -
Kali ini saya gak mau nyalahin Erlin yang sering liat kamu di fakultas, itu cuma sekedar bunyi "tik" pada pematik kompor gas, seandainya gak ada "gas" susah move on, yah api rindu pasti gak nyala. Setelah kamu, beberapa datang juga pergi. Memang gak banyak, sayakan bukan Raisa yang dengan mudah para pria mengajak ngopi. Buat ngemodus. Tapi, tetap masih ada yang begitu membekas. Yang dimana banyak saya memberi juga menerima. Kamu.

"Rindu ini, penyebab masalahnya kamu. Tapi, aku yang mesti nanggung." -Pidi Baiq-

Bandar Lampung,
JULI lupa tanggalan
© 2016 Peri Tinkersell