*Sebuah bahasan serius hasil lintas pemikiran*

Berita ini masih hangat, Saya tahu pertama kali ketika salah seorang teman membagi berita tentang pencarian keluarga. Ini bukan pencarian keluarga orang hilang atau apa seperti biasanya, ini terkait tentang kabar yang merebak luas pada media massa.

"Seorang mahasiswi asal Lampung ditemukan tewas setelah kehabisan darah karena melahirkan sendirian di kamar kostnya, di Yogyakarta".

Begitu berita yang beredar, pertamanya teman Saya ini membagi berita yang isinya karena di bunuh, lalu teman-teman Beliau yang lain meluruskan cerita. Saya merasa greget dan terpanggil.

"Hapus postingan ini, Tiara, sekedar saran, khawatirnya niat kita mau bantu malah jadi seperti (maaf) mengumbar aib".

Begitu saya ketik dengan menggebu, pasalnya, semua orang yang berkomentar di sana mulai membuat spekulasi beragam. Sungguh, saya tidak punya dendam pribadi atau apa pada rekan-rekan yang berkomentar, hanya saja, saya merasa kasihan, bukan pada si mahasiswi yang meninggal itu -toh nasibnya sudah jelas,meninggal- tapi ini perkara keluarga yang ditinggalkan. Bapak yang melebur tubuh menjadi tetesan keringat darah untuk ditukar dengan beberapa lembar seratus atau limapuluh ribuan. Ibu yang tidak sungkan untuk bangun lebih dini demi mengemis pada Allah untuk kesejahteraan putrinya. Atau Kakak-Adiknya yang senantiasa membanggakan dia pada rekan sejawat.

Bagaimana coba perasaan mereka mendapati kabar sedemikian "coreng"??? Ditambah lagi, argumen-argumen miring yang kita sebar-sebar pada sosial media baik maya atau nyata (yang bisa jadi tidak mampu kita pertanggungjawabkan) dengan landasan klasik untuk diambil "Ibrah"-nya.

"Jangan dekati Zina".

Itu embel-embel yang kita sertakan ketika menyebar berita itu, tapi, tidak kah kita merasa sedang melakukan"dosa" lain saat mebaginya? semisal memakan daging bangkai saudara sendiri? cukup lah kita tahu toh yang lain juga -pastinya sudah- tahu atau paling tidak akan tahu karena berita sejenis ini -Bad News is Good News-adalah hidangan terlezat dari Media untuk Masa.

"Itu lah, orang tua mengirim anaknya untuk sekolah, bukan pacaran atau jalan-jalan lalu nampang di restoran sambil bergaya-gayaan." Bapak Benny bersabda.

Lagi-lagi, ini soal niat. Mungkin (mungkin yah) si SSA ini juga niat pacarannya dulu buat dia semangat dan merasa kerasaan di negeri orang dalam upaya menjalankan kewajiban sebagai anak, berbakti pada orang tua. Tapi ndilah kelabasan, mungkin (mungkin lagi loh yah) tidak ada teman yang "peduli" untuk menegurnya. Kita ini, Saya secara pribadi terutamanya, juga banyak sekali dosanya, mungkin kalau diakumulasi bisa mengalahkan rentetan dosa SAA. Hanya saja, Alhamdulillah begitu Allah masih mau menutup-nutupi aib,masih mau kasih kesempatan hidup untuk bertaubat. Dan memberikan anugerah akan lingkungan, kawan serta orang tua yang peduli serta tidak lekas menghakimi.

Bahkan saya mebuat tulsan ini pun banyak berspekulasi, sifat dasar manusia. Maaf atuh Mba...Mas.

Yah, coba baiknya kita doakan saja (terutama kamu, yang merasa doa-doanya tidak bersekat dari Allah) si SAA ini dan juga Bapak-Ibunya yang bisa saja karena tidak kuat akan cibiran orang-orang macam kita ini lantas putus asa bunuh diri, sudah banyak cerita begini. Sudah sudah lah kalau kata Bunda Rita, jangan ikut-ikutan. Doakan saja diam-diam. Doanya setulus kayak kalau kamu berdoa minta jodoh, bukan sekedar berdoa karena merasa "demi kemanusiaan" tapi berdoa layaknya "demi saudara".

Yaudah, sudah sudah lah, mau subuh.

Maaf ini tulisan loncat-loncat topiknya, namanya juga lintas pemikiran.

Bandar Lampung,
May 2 at 4:41am

sumber gambar: koleksi kawan