Source: Pinterest |
Seperti jejaring yang saling tersambung, kita adalah makhluk yang tak bisa hidup terlepas dari interaksi. Ada bermacam orang yang kita kenal. Ada beragam orang yang kita belajar hidup bersamanya, bekerja bersama, bermasyarakat bersama atau bahkan mengejar harapan-harapan bersama. Bersama dan kini tidak lagi *eh*. Namun tidak selamanya kebersamaan itu menyeragamkan sebab kepribadian tiap-tiap kita pasti berbeda, kan?
Karena beragam keberagaman itulah sering terjadi konflik. Sepintas ini masalah sederhana, tetapi bila kita mau menginvetarisir ternyata beragam persoalan itu masalahnya ada pada diri kita sendiri.
"Sumber keburukan itu ada dua, kalau tidak niat yang buruk berarti cara pandang yang buruk." - Ibnu Taimiyah -
Dan persoalan-persoalan ini mewujud dalam suatu perasaan yang tidak menenangkan: GELISAH. Gelisah yang berujung pada iri dan dengki akan menciptakan orang-orang yang tak pernah tenang atas apa yang didapat oleh orang lain dari sisi kesenangan dan kebahagiaan. Padahal setiap kita memiliki realitas yang unik. Di atas kenyataan siapa kita, seperti apa kita dan apa yang telah kita miliki. Gelisah selalu datang tiba-tiba. Terkadang kita belum menyiapkan tanggul, bahkan terjangannya bisa saja meluluh lantahkan.
Seperti halnya ketika melihat photo mantan dengan pasangan barunya saja saya bisa uring-uringan seharian. Tidak mandi dan tidak makan. Apakah itu benar? Tentu saja tidak. Bukankah perasaan gelisah itu harusnya menjadi pematik api bagi saya untuk bisa bangkit. Ini memang tidak mudah, disaat saya sedang berusaha move up tapi dianya sudah duluan bahagia. Gelisah membakar hati dan fikiran saya. Rasanya adalah keharusan untuk saya yang lebih dulu bahagia namun kenapa dia? *duh curcol*. Sebenarnya juga, apa ada yang salah dengan mereka? Tidak. Saya yakin tidak. Ini hanya cara pandang saya yang buruk. Setiap orang memiliki porsi bahagia masing-masing, lalu mengapa kita "harus" gelisah berlebihan?
"Untuk menghina Tuhan tidak perlu dengan umpatan atau membakar kitab-Nya. Khawatir kamu tidak dapat jodoh saja, itu sudah menghina Tuhan." - Abdul wahab -
Jadi saya gelisah saja itu sudah menghina Tuhan juga, takut gak kebagian bahagia gitu sampai-sampai harus gelisah dan merasa terganggu dengan kebahagiaan orang lain. Maka, gelisah harus diobati dengan menetralkan hati. Ini mungkin soal sederhana, namun nyatanya terlampau banyak kisah hidup yang memilukan bermula dari cara pandang yang salah menghadapi gelisah.
Bandung, 17 April 2016
Masih agak-agak gelisah.
0 comments:
Post a Comment