Sunday, 17 April 2016


Source: Pinterest


Seperti jejaring yang saling tersambung, kita adalah makhluk yang tak bisa hidup terlepas dari interaksi. Ada bermacam orang yang kita kenal. Ada beragam orang yang kita belajar hidup bersamanya, bekerja bersama, bermasyarakat bersama atau bahkan mengejar harapan-harapan bersama. Bersama dan kini tidak lagi *eh*. Namun tidak selamanya kebersamaan itu menyeragamkan sebab kepribadian tiap-tiap kita pasti berbeda, kan?


Karena beragam keberagaman itulah sering terjadi konflik. Sepintas ini masalah sederhana, tetapi bila kita mau menginvetarisir ternyata beragam persoalan itu masalahnya ada pada diri kita sendiri.

"Sumber keburukan itu ada dua, kalau tidak niat yang buruk berarti cara pandang yang buruk." - Ibnu Taimiyah -

Dan persoalan-persoalan ini mewujud dalam suatu perasaan yang tidak menenangkan: GELISAH. Gelisah yang berujung pada iri dan dengki akan menciptakan orang-orang yang tak pernah tenang atas apa yang didapat oleh orang lain dari sisi kesenangan dan kebahagiaan. Padahal setiap kita memiliki realitas yang unik. Di atas kenyataan siapa kita, seperti apa kita dan apa yang telah kita miliki. Gelisah selalu datang tiba-tiba. Terkadang kita belum menyiapkan tanggul, bahkan terjangannya bisa saja meluluh lantahkan.

Seperti halnya ketika melihat photo mantan dengan pasangan barunya saja saya bisa uring-uringan seharian. Tidak mandi dan tidak makan. Apakah itu benar? Tentu saja tidak. Bukankah perasaan gelisah itu harusnya menjadi pematik api bagi saya untuk bisa bangkit. Ini memang tidak mudah, disaat saya sedang berusaha move up tapi dianya sudah duluan bahagia. Gelisah membakar hati dan fikiran saya. Rasanya adalah keharusan untuk saya yang lebih dulu bahagia namun kenapa dia? *duh curcol*. Sebenarnya juga, apa ada yang salah dengan mereka? Tidak. Saya yakin tidak. Ini hanya cara pandang saya yang buruk. Setiap orang memiliki porsi bahagia masing-masing, lalu mengapa kita "harus" gelisah berlebihan?

"Untuk menghina Tuhan tidak perlu dengan umpatan atau membakar kitab-Nya. Khawatir kamu tidak dapat jodoh saja, itu sudah menghina Tuhan." - Abdul wahab -

Jadi saya gelisah saja itu sudah menghina Tuhan juga, takut gak kebagian bahagia gitu sampai-sampai harus gelisah dan merasa terganggu dengan kebahagiaan orang lain. Maka, gelisah harus diobati dengan menetralkan hati. Ini mungkin soal sederhana, namun nyatanya terlampau banyak kisah hidup yang memilukan bermula dari cara pandang yang salah menghadapi gelisah.


Bandung, 17 April 2016



Masih agak-agak gelisah.

Tuesday, 12 April 2016

Sudah tiga hari ini, saya ngubek-ngubek Bandung. Gak semuanya sih, cuma kitaran Cibadak-Pajagalan-Kalipah Apo-Pagarsih-Astana Anyar. Gitu-gitu terus sampe pegel. Sebenarnya, lintasan ini sudah familiar (banget) bagi saya. Lah wong kerjaan saya di seputaran (Paper) Packaging. Biasanya juga saya ngider (you know "ngider"? Semacam pusing-pusing) sama Aa atau gak Kak Steve. Itu pakai motor. Pun kalau terpaksa ngangkot, saya pasti bareng Irma. Namun hari ini lain, saya mesti ngider sendirian. Apakah benar-benar sendirian? Bisa ya, bisa tidak. Tergantung saya melihatnya dari sudut mana. Ada banyak orang di jalan raya. Hilir-mudik. Lalu mengapa saya merasa sendiri. Kalau Maudy Ayunda pasti bilang Jakarta Ramai Hatiku Sepi. Kalau Sella sih mengakui bilang Bandung Ramai Hatiku Sepi.



(source: gmaps)

Dari Sarijadi naik Angkot Sarijadi Ciroyom bayar Rp.4.000,00 turun di PVJ. Terus masuk PVJ main-main dulu di taman atas atau nonton di Blitz. Harusnya. Tapi saya malah naik angkot Kalapa-Setrasari terus Turun di Astana Anyar bayar Rp.4.000,00. Saya turun pas di Amanah Printing, sayang, lagi tutup karena Jum'atan. Lalu saya liat Ruko Dodi Pisau --tempat pembuatan pisau pon-- yang berada tepat di sebrangnya. Eh, lagi tutup juga. Yaudah deh saya putar balik lurus terus kemudian belok kanan terus lurus kemudian nyebrang dan belok kiri. Yup, seketika juga saya berada di Jalan Pajagalan. Langsung saja menuju Pajagalan no.1 -- Toko Kertas Sapta Jaya -- yang entah kenapa mengingatkan saya pada seorang teman yang namanya Suhendra Saputra Jaya. Sekarang tinggal di Karawang bersama istrinya yang juga teman sekelompok saat ospek kuliah di UPI. Namanya Ratna Harimurti. Saya di Sapta Jaya nyari Samson yang 200gr. Ternyata adanya Craft Liner 150gr. Yaudah tetep saya beli, mau coba buat sample dulu untuk paper bag kemasan kopi salah satu Cafe Start Up di Jakarta.

Kalau ada yang ngomentarin jelek tentang bangsa non-pribumi kok saya sebel juga yah. Saya asli Indonesia, peranakan Minang-Jawa. Tapi, semua orang non-pribumi yang saya kenal asyik-asyik, misal yang keturunan cina. Kayak Klaus A.Rahman --bingung yah namanya ambigu, hehe-- dia temennya mantan-mantan pacar saya (bener, mantan-mantan). Dia pianis juga violis. Juga sesekali menulis dan beberapa di post ke blog pribadinya. Dan, Bu Enci yang Punya Toko Sapta Jaya juga asyik, saya cuma beli 2 lembar dan ngacak-ngacak (minta liat contoh ini itu) dan kertas yang saya mau ada di rak paling atas, tetep dilayanin dengan cantik. Mohon maaf, berdasarkan pengalaman pribadi saya, justru orang-orang pribumi yang bakal judes kalo dapet customer yang kayak saya. Hihihihih.

Pernah juga, saya tetanggaan sama keturunan china bahkan agamanya bukan islam. Tapi... tiap masak selalu berbagi terus loh. Dianterin pake mangkok gitu. Kan gerbang rumah yang dulu pas saya masih di Sekolah Dasar tuh nyatu sama rumah mereka. Jadi cuma disekat tembok yang gak terlalu tinggi. Nah tuker-tukeran mangkok tuh dari sana. Sehari-hari juga saya dan adik-adik (masih bertiga, belum ada Bayu dan Alse) main sama anak-anaknya Ibu Enci tetangga. Kak Christine, Kak Kevin dan Hans. Ras dan Agama gak membatasi pergaulan bertetangga.

Oh yah balik lagi...
Setelahnya, saya jalan lurus kemudian belok kanan jalan terus belok kiri lurus lagi. Yippi! Saya tau-tau udah balik ke Amanah Printing lagi. Mantau pekerja yang motong dus St.Eves terus cek pisau ke Pak Dodi. Kemudian beli es dawet di deket BCA Astana Anyar. Udah deh pulang ngangkot lagi.

Diangkot saya mikir-mikir. Kalau gak jalan, gak bergaul dengan kata lain; Menutup Diri dari pergaulan dengan orang yang "berbeda" dari kita maka niscaya kita gak akan bisa tau mereka gimana. Kebanyakan prasangka itu gak bener. Kita cuma menduga-duga padahal pernah bergaul juga kagak. Misal yah, kamu bilangin Pak Ahok kasar dan galak. Emang situ pernah bbm-an atau teleponan sama Beliau tiap malem minggu gitu? Lah kalo kagak, kenapa bisa langsung ngejudge? Kamu yang masih rasis. Mungkin kurang ngeksis. Eksistensi itu bukan yang kayak bergaya-potret-cekrek-share gitu yah. Tapi eksistensi itu keberadaan. Jadi, sering-sering lah berada dan bergaul sama semua kalangan dan ras. 

"Kalau pun tidak bersaudara karena iman. Paling tidak, kita bersaudara karena sama-sama manusia." -Tinkersell-

Besok-besok, ikut saya jalan-jalan yang beneran "jalan" yuk!


Bandung, April 2016



*Ayahnya Irma dan Adik Kak Steev baru saja berpulang. Makanya mereka gak bisa nemenin cek barang*
"Life is Just a Bowl of Cherries. Sometimes It is sweet or Filled with Worries. Don't be afraid, When Things Go Wrong, Just be Strong." - Mocca, Happy! -
Horse in the hole (source: stuff.co.nz)

Pernahkah kamu merasa terperosok dalam masalah yang begitu besar (menurutmu) dan bahkan hampir tiada seorangpun yang berpihak kepadamu bahkan juga kamu merasa seluruh penghuni Bumi menolak keberadaanmu?

Jika Ya, sila lanjutkan baca. Kalaupun tidak, tetap baca saja. Mungkin, suatu waktu ingatan tentang post ini bisa sedikit membantumu dikala sesak. Saya punya sebuah cerita klasik...

Seekor kuda terperosok ke dalam sumur yang sudah kering. Karena sudah tidak mungkin menolong kuda tersebut, maka orang-orang di kampung memutuskan untuk menutup sumur itu. Mereka ingin mengubur kuda itu hidup-hidup supaya bangkainya tidak mengganggu dan agar kejadian serupa tidak terulang kembali.

Merekapun bergotong-royong mengangkut tanah dan memasukkannya ke dalam sumur. Lalu, apa yang terjadi? Setiap ada tanah yang mengena punggungnya, kuda itu selalu membuangnya ke bawah lalu memindahkan kakinya ke atas tanah tersebut. Semakin tinggi tanah menutupi sumur, maka semakin tinggi pula posisi kuda itu. Sehingga akhirnya ia bisa keluar dari sumur dengan selamat.

Apa hubungannya ?

Januari 2016 lalu, saya tersenggol masalah besar --menurut saya saat itu, itu masalah besar--. Saya kehilangan tempat tinggal sekaligus kehilangan pekerjaan. Bahkan setelah persoalan saya sempat menjadi viral di jejaring sosial, saya makin merasa terpukul. Seperti semua orang tidak ingin melihat keberadaan saya di Bumi lagi. Tapi alhamdulillah, tidak sampai kepikiran untuk bunuh diri atau apa. Yup, bahasa kasarnya, saya diusir dan dipecat pada hari yang sama. Hari jum'at. Bahkan, saat itu saya memiliki uang simpanan pas-pasan, cuma cukup buat ongkos pulang ke Lampung. Tapi, itu tidak memungkinkan juga. Saya tidak mungkin pulang dalam keadaan seperti itu. Ada akibat, tentu saja ada sebabnya. Ini tentang "TRUSTED", kepercayaan. Kepercayaan yang hilang dari mereka untuk saya. Bukan "kepercayaan" seperti agama, jika itu yang kamu maksud. Bukan pula kepercayaan tentang kita berjodoh, jika itu pula yang kamu maksud.

Seperti yang pernah saya ceritakan dulu, tentang surat terbuka untuk Hani. Itu adalah masalah yang saya ciptakan di tahun 2013 namun masih berefek hingga 2016 bahkan mungkin hingga akhir hayat, but never end learning to be a great person. Itu akan saya pegang selalu. Jadi cerita singkatnya, teman sekamar saya tahu tentang saya di waktu dulu dari bibi saya (biasa saya memanggil mama) dengan respon yang "berlebihan" --memang teman saya orangnya begitu-- dia kehilangan kepercayaan untuk saya. Karena memang pada saat itu juga, ada beberapa kejadian yang jujur memang saya lakukan tapi ada juga yang tidak. Teman saya dengan respon berlebihannya memberi tahu kepada atasan saya dan tentu saja, Atasan saya pun merespon dengan berlebihan. Sebab Beliau mendapat cerita dari respon berlebihan. Good Job.

Kita semua kadang tau tapi lupa, bahwasanya;

Sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjingkan sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” - Al-Hujurat 12 -

Saat itu saya dipecat dengan pertimbangan atasan "takut" saya melakukan itu terhadap Beliau. Tapi, saya juga punya banyak prasangka buruk saat itu yang tidak untuk dibahas di sini. Hehehe. Tapi intinya, saya sempat berprasangka buruk ke Allah, Astaghfirullah banget.

Saya hampir hilang arah. Menganggur dan gak punya tempat tinggal. Tapi alhamdulillah masih bisa hidup sampai sekarang. Ada seorang Ibu yang berdagang di dekat tempat saya kerja dulu, menawarkan saya untuk tinggal secara "cuma-cuma" di kost yang Beliau sewa untuk karyawannya. Kepada ibu itu saya menyapa dengan panggilan "Teh Lis". Walau dibilang cuma-cuma, saya tentu harus tahu diri. Saya ikut bantu-bantu walau sedikit mengolah dagangan Teh Lis. Beliau dagang Ayam penyet di Simpang Sarimanah dekat Plang Panti Asuhan Alfin, Sarijadi, Bandung. Kalau kamu kebetulan lewat sana atau memang sengaja mau coba, mangga. Asli enak, bukan gombal.

Setelah hampir sebulan menganggur dan galau merasa sangat-sangat terpuruk itu akhirnya saya berbenah diri. Mengais keping-keping kepercayaan, pada diri sendiri, paling tidak. Tepat 1 Februari barulah saya bergabung di Perusahaan Start-Up Paper Packaging dan saya merasa kaget karena kerjaan saya di sini benar-benar Passionate. Saya mengoordinir pada bagian produksi. Dan membuat samples untuk customer, misal membuat hardbox. Sangat suka! Melakukan "kerajinan tangan", saya banget. Hampir dua bulan saya menumpang pada Teh Lis dan sekarang saya kost sendiri di dekat Al-Aqsa. Biar kayak di Palestina. Biar kerasa dan selalu merasa harus "Berjuang". Itu saja. Tidak konyol, kan?


Hardbox © 2016 Peri Tinkersell

“Hard is trying to rebuild yourself, piece by piece, with no instruction book, and no clue as to where all the important bits are supposed to go.” - Nick Hornby, A Long Way Down -
Ketika mendapat masalah, kadang kita hanya fokus pada masalah saja. Tidak pada solusi. Seperti kuda yang terperosok itu. Harusnya dia mati terkubur, kalau dia tidak melihat solusi. Yah! Bahkan sebenarnya masalah akan membuat levelmu naik! (dalam kasus saya, saya mendapatkan pekerjaan yang lebih dan tempat tinggal yang sekarang saya bisa membayarnya sendiri tanpa harus nyusahin orang lain) Insyaallah! Jika kamu bisa mampu menaikinya. Tapi jika tidak, kamu hanya akan membusuk dan melebur bersama masalah-masalah itu. Memang, tidak mudah mengumpulkan kembali kepingan-kepingan dirimu setelah "hancur" tanpa buku panduan, tanpa petunjuk. Tapi semua jadi mudah ketika kamu memiliki panduan dan memilik petunjuk. Bagi yang muslim, tentu saja Al-qur'an dan Hadist. Tapi ingat juga, seluruh isi alam semesta adalah ayat-ayat Tuhan.

Dan saya tahu benar dari awal, kalau teman saya itu masih sayang ke saya. Walau memang sangat tidak memungkinkan untuk tetap mengizinkan saya tinggal bersamanya saat itu. Dan saya benar, karena baru-baru ini dia mengomentari status saya di sosial media. Saya kaget, hehe, sebenarnya saya juga malu. Karena sudah membuat kekeliruan dan bahkan berburuk sangka kepadanya.

"Maaf juga... *cry emoticon* banyak salah sama sella hiks hiks, merindukan nadine, hahahaha" - Komentar Teman -

Saya terharu, sangat. Ketika orang yang saya kira akan membenci saya seumur-umur sampai ke ubun-ubun menyapa saya duluan. Dan (lagi) saya tidak melihat kejadian saat dulu itu sebagai hal yang harus dilupakan. Mengapa? Karena itu sudah terjadi dan tergaris sebagai Qadha dan Qadar saya. Perlu juga untuk dilekatkan pada ingatan, bahwa qadar/takdir tidak melulu soal yang baik. Kalau kamu masih menganggap begitu, berarti imannya baru 5,5 hehe. Jadi, Sudahkah meyakini rukun iman yang enam? 

Nb: 

1. Teman saya ini namanya Anita Komala Dewi, sekarang masih sibuk ngurusin skripsi untuk Prodi Bahasa Arab (Pend) di UPI Bandung, ngurusin skripsi biar skripsi gak gendut *naon sih*. Dan quote tentang poligami itu juga saya kutip dari obrolan santai kami. Kadang-kadang obrolan cemerlang bisa hadir dalam suasana sederhana. Sambil makan Richoco dan minum teh, misal. Katanya juga, hari ini Teh Anita sedang rindu kepada kolek terigu buatan saya. Entah mana yang lebih berat, rindu ke saya atau kepada masakan buatan saya. Tapi yang pasti, Teh Anita rindu untuk segera memakai baju Wisuda eh atau baju pengantin yah? Hahaha.

2. Dia biasa panggil saya "Nadine" alias Nadine Chandrawinata. Dan saya panggil dia "Moody" alias Maudy Ayunda. Alasannya heum cukup kami saja yang tahu. Keberatan?

3. Saya memosting kisah ini karena memang sudah janji untuk bercerita "mengapa saya gak merasa Teh Anita punya salah". Biar sebagai catatan perjalanan juga. Sejarah memang perlu dicatat. Sebagai jejak.

4. Barusan Teh Anita baca ini dan ada klarifikasi dari Beliau:
 Baru baca, waktu itu sblm tth nghubungi ibu, udah ada yg nghubungi ibu duluan. Pas mau basa basi kenalan dan tny ttg sella ehh ibunya langsung jwb: sella sdh sy pecat *shock* trs br tth ceritain kronologinya dan blg sm ibu berharapnya sella dan nan** ga usah dipecat, krn yakin mereka msh pny sisi baik cuma klopun msh mempekerjakan, hati-hati, kalau2. Cuma ternyata sblm tth ngehubungi pun ibu udh mecat sela. Hari pertama..hari kedua...sebenernya kepikiran..duh sella tidur dmn ya?
.
Terkait status yg viral sebenernya sebatas info utk tmn2 di friend list akun aja, krn tth bnr2 gtw siapa sella sblm nya dan pny motif apa, trs kadung tmn2 fb tau kita deket. Takutnya klo ada hal2 yg tdk diharapkan jd ikut terseret, ehhh ada yg ngshare heboh.


Bandung, 12 April 2016



Masih di workshop untuk ngitungin pengeluaran produksi, hadeuh.

Monday, 11 April 2016

Jika ada orang yang diperbolehkan saya untuk kesal kepadanya tanpa sebab yang jelas maka adalah kepada Kang Cahya. Harusnya. Tapi, sekesal apapun itu hanya dibibir saja. Kesal-kesal gemas. Begitulah.

Cahya Maula Shidiq. Sering disangka nama perempuan. Kebalikan dari F. Yuval Syahriar yang suka disangka laki-laki. Jadi, Kang Cahya ini selain anak dari Ibu-Bapaknya, dia adalah anak UPI Bandung juga. Angkatan dua ribu berapa gitu pokoknya udah lulus dua tahun lalu. Sebenarnya, hubungan pertemanan kami "aneh". Seingat saya, pertama kenal 2012-an karena beliau sempat mendapat Beasiswa MRUF (Mien R. Uno Foundation) semacam beasiswa untuk pelaku Wirausaha muda. Saya masih aktif di HIPMI dan beliau beserta rombongan datang melamar mengisi acara Sharing Bisnis. Seingat saya juga, kami cuma 2 kali pernah tatap muka. Sejauhnya berteman di sosmed. Sesekali What's App kalau memang "beneran" perlu.

Sama-sama berkecimpung pada bisnis kuliner bisa jadi sebagai penyebab "keakraban" kami. Kalau bisa disebut begitu. Tapi tidak juga. Heum...atau karena sama-sama memiliki persoalan dengan obesitas? Nah ini sangat mungkin. Kalau persoalan tentang jodoh? Ah itu sih setiap orang memiliki masanya.

Bisnis Kuliner Kang Cahya

Setelah bertahun-tahun berlalu, saking lamanya, kalau saat itu saya punya bayi, mungkin dia sudah mau masuk Taman Kanak-Kanak. Saya bertemu lagi dengan Kang Cahya di Luar gerbang Masjid Al-Aqsa, Sarijadi bukan Palestina. Pertemuan yang sengaja dan direncanakan. Dia minta tolong ngeprint brosur ke saya. Gak banyak, justru karena gak banyak itu jadi percetakan pada gak mau. Nah karena saya sekarang berkecimpung di dunia begitu maka ini adalah permintaan yang mudah untuk dikabulkan oleh ibu peri *tring* *backsound fly tinkerbell berkumandang*.

Eh sampai mana tadi?

Setelah melakukan transaksi (it's sound gimana gitu yah?) Kang Cahya segera memasukkan paket ke dalam tasnya. Saya agak khawatir gak muat soalnya tas dia kayak yang penuh banget.

"Muat Kang?"

"Muat, gak tau kalau Sella (yang masuk ke tasnya)."

Ini seperti obrolan bercanda biasa. Tapi, MUKANYA KANG CAHYA DATAR BANGET. Saya hampir gigitin pagar Masjid. Tapi bisi disangka antek-antek Israel yang hendak menghancurkan Al-Aqsa secara perlahan. Yah, benar-benar perlahan dan lama kalau saya cuma gigit-gigit.

Brosur bimbel titipan Kang Cahya © 2016

Displaying Slide1.JPG
Tersebab saya hendak ke Yomart yang di Sarimanah simpang Sarimanis (sebenarnya di Cijerokaso juga ada Yomart cuma kurang lengkap) jadi saya ikut naik angkot bareng Kang Cahya. Beliau mau pulang ke rumah, di Sarimanis. Meski udah di "muka-datar-in" saya kok masih mau-maunya ngobrol sama dia. Lalu Kang Cahya mulai tanya-tanya...

"Masih kontakan sama mereka (anak-anak hipmi.red)?"

"Heum paling sama Kang Aciel."

"Dasar, masih aja."

"Tapi udah putusan kok,"

"Saya juga mau fokus ke bisnis jual-beli pendidikan (bimbel.red). Bisnis Katering mau diurus adik aja."

"Adik suka masak, Kang?"

"Gak sih, cuma baru mau belajar."

Kalau ini adegan novel, niscaya saya bakal bikin dialog terakhir lebih greget. Misal...

"Kamu suka Aku, Kang?"

"Gak sih, cuma baru mau belajar."

Untungnya ini cuma blog curhatan. Bukan novel.


Saya tebak, Kang Cahya sebenernya mau ketawa. Kalau kamu tau cerita-cerita saya sama Kang Aciel di postingan dulu-dulu mungkin kamu bakal ngerti. Jadi, Kang Cahya mau ketawa, pake muka datar.
Kang Cahya sempet tanya-tanya tentang suami. Dia tau ceritanya tapi masih berusaha ngebercandain dan menghangatkan suasana, mungkin. Tapi tetap, dengan muka datar. Saya juga sempat tanya tentang bakal calonnya yang batal jadi calon. Dia kayak tersinggung. Tapi gak tau pasti juga. Soalnya mukanya masih datar.

"Bukannya gitu (gak mau ingat masalalu) cuma memang gak untuk di bahas." Begitu tuturnya. Ingat, masih dengan wajah datar.
Pas turun angkot, dia bayar ongkos untuk berdua. Saya ngucapin terimakasih. Dan pas nyebrang jalan...

"Eh ganti (ongkosnya)." Dia bicara di sisi saya. Saya bingung dia bercanda apa serius. Kamu pasti tau sebabnya, yah, dia bicara dengan wajah datar.

"Eh, gak sih. Bercanda. Makasih yah."

Dan itulah akhir percakapan saya, sang wajah ekspressif dengan Kang Cahya, si muka datar. Harusnya tadi saya ajak dia ke Yomart yah biar sekalian minta dibelanjain, dengan wajah datar. Saya masih banyak perlu belajar. Sabar.

“If you don’t build your dreams someone will hire you to build theirs” (anonymous)

Yang bikin saya salut sih, dia ini cowok tapi suka masak dan memperjualbelikan kemampuan masaknya. Kayak Ayah saya. Dan kebanyakn cowok yang bisa masak itu, rasa masakannya lebih enak dan stabil dibanding cewek. Mungkin faktor psikologi memengaruhinya. Terus gak stuck di satu bidang. sebagai alumni Ilmu Keguruan, Kang Cahya pun mengamalkan Ilmunya. Jadi guru. Kan, keren gak? Kamu berminat? *eh*

Bandung, 11 April 2016




Abis kebangun dan susah tidur lagi.

Friday, 8 April 2016

Sebagai tamu di Kota Bandung, The Capital City of Asia-Africa, maka saya mesti selalu manut dengan kebijakan bajik yang ditutur oleh Pak Wali. Tentu saja dalam hal ini yang saya maksud adalah Pak Wali Kota, Ridwan Kamil. Bukan Pak Wali nikah saya, Ayahanda Benny. Satu diantara kebijakan yang mengandung unsur kebajikan itu adalah "Belanja di Warung Tetangga". Namun apa daya, warung tetangga yang jaraknya sekitar sepuluh langkah besar dari kosan saya belum mampu memenuhi segala kebutuhan. Misal, saya butuh toples plastik peranti wadah kerupuk sebagai teman makan eh di warung tetangga gak ada. Pas saya butuh kehadiran kamu peranti teman hidup eh di warung tetangga juga gak ada. Terpaksa deh saya pergi ke Liana (nama sebuah swalayan) yang jaraknya sekitar seratus mapuluh meter dari kosan. Yah minimal, saya masih tetep belanja di tetangga. Swalayan tetangga.

Maka pergilah saya ke Liana Swalayan dengan Tote Bag (Tau kan kebijakan yang ini, kantong plastik berbayar di swalayan?) Di saku jaket sebelah kiri dan dompet kecil berisi uang rupiah "secukup-kiranya" di saku sebelah kanan. Dan kunci, dipergelangan kaki eh tangan. Alasan saya bawa rupiah, karena saya pasti gak akan dilayanin kalau bawa Won apalagi bawa lembaran Daon. Pasti gak laku. Alasan bawa uang "secukup-kiranya" juga karena saya gak mau nurutin setan. Dia suruh saya bawa uang banyak-banyak. Biar boros. Biar jadi temennya. Kan kan kan gak mau.

Start saya memasuki Liana ba'da maghrib. Mungkin lain kali saya mesti periksa mata ke Optik. Soalnya ada yang aneh. Kenapa pusat perbelanjaan selalu nampak bersilau di mata saya? Kalau karena efek lampu, ah tidak juga. Terus, kenapa saya merasakan kesejukan kayak yang lagi ada di surga tapi tidak ada air mengalir di bawahnya. Yang ada, uang dari dompet kita yang mengalir deras ke laci kasir kalau gak di bendung.

Keliling lah saya, terus di suatu rak menemukan aneka masakan dan jajanan pasar. Dan tau sekarang apa yang berkilau di mata saya? SEMUR JENGKOL!!! Yap benar saudara-saudara. Saya eksyaitit banget sama semur jengkol. Dia dan Rendang adalah Dua menu peringkat teratas dalam daftar menu yang "BELUM DIKUASAI NAMUN HARUS KARENA ENAK BANGET". Dia dan rendang padang selalu bikin saya bertekuk lutut dihadapnya dan bikin baper karena merasa cemen juga keder kalau disuruh memasaknya. Dia dan Rendang Padang buatan Ayah adalah yang selalu bikin saya kangen untuk kemudian ingin cepat-cepat balik ke Rumah. Gak masalah sama aroma amoniak yang pasti melekat di kamar mandi. Karena sekarang udah ada Wipoll anti kuman yang bikin kamu serasa berada di hutan cemara.

Semur Jengkol (source: masakanlezat.com)

Tapi...misi saya ke Liana bukan untuk membebaskan Semur Jengkol dari Rak Pajangan untuk kemudian menebusnya di Meja Kasir. Bukan itu. Saya kan niatnya cuma mau beli toples --yang gak tersedia di warung tetangga--. Tapi...tega kah saya melihat Semur Jengkol melambai-lambai gemulai? Padahal saya sudah makan nasi pake ayam kecap buatan Tria. Padahal saya sudah nempel tulisan besar di kamar;

DIE(T) or DIE
Dan siapapun bisa mudah menebak, semur jengkol berpotensi besar menjadi penggagal paripurna program diet saya. Kemudian saya bimbang. Muter-muter Liana walau sudah nemuin toples. Saya galau.

Saya ubek-ubek gadget. Siapa tau dapat pencerahan. Saya tanya sama Tante Google, ayat apa yang bisa menguatkan saya untuk tidak tergoda dengan rintihan semur jengkol nan medok itu.

"Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemborosan itu adalah saudara setan." - Al Israa 26-27 -
Oke fix, kalau udah dianggep-anggep sudara setan gini mah saya nyerah. Setan gak dianggep sodara aja seneng berkunjung ke hati saya, apalagi kalo udah jadi sudara? Mungkin dia bakal jadi penghuni tetap dan aktif. Saya ngobrol sama sella yang wajahnya muncul pada layar henpon yang tetot mati karena abis batere.

"Sel, kamu udah makan ketoprak, seperapat kilo manggis, 2 porsi nasi ayam kecap, mie bakso serta kerupuk 2 bungkus hari ini. Dan kamu masih mau ngembat semur jengkol, Sel? Sella yang kamu lakukan ke perut aku itu jahat!"

Kemudia Sella menghilang, saya simpen dia di saku celana training. Teteh yang jaga kasir merhatiin saya. Dikiranya saya kehilangan arah. Saya samperin Teteh kasir. Bukan, bukan untuk marahin dia sambil nunjuk-nunjuk dan teriak kalau saya anaknya Jendral. Saya cuma mau bayar apa yang sudah saya masukkan ke dalam keranjang belanja warna biru. Dan, tidak ada senyuman Semur Jengkol Medok di sana.

Saya, pasti akan membebaskan kamu dan menebusmu. Tapi bukan hari ini. Mungkin besok atau lusa. Bukannya saya tak suka kamu. Bukan juga saya tak mampu meminang kamu. Tau kan, perempuan Minang punya kemampuan untuk Meminang. Bukannya aku tak menginginkan kebersamaan kita. Hanya saja, sekarang bukan waktu yang tepat.

Ingat yah semur jengkol di Liana Swalayan. Kutandai muka kau!

Bandung, April 2016




Belum beli gas dan banyak cucian.

Tuesday, 5 April 2016

Mendengar atau membaca kata poligami,apa yang terbesit dalam pikiran kita?
Kebanyakan orang langsung berpikir tentang seorang lelaki yang memiliki istri lebih dari satu dalam waktu bersamaan. Dan perempuan yang menjadi istri ke-sekian acapkali dipandang sebelah mata dan dianggap perusak hubungan rumah tangga orang.

Abang Ferdi Nuril dalam dua film bertema poligami

Poligami adalah...

Dalam Ilmu Antropologi Sosial dan Kamus Besar Bahasa Indonesia sendiri, Poligami berarti... 
Sistem perkawinan yang salah satu pihak memiliki atau mengawini beberapa lawan jenisnya dalam waktu yg bersamaan.
Poligami dibagi menjadi 3:

  • Poligini merupakan sistem perkawinan yang membolehkan seorang pria memiliki beberapa wanita sebagai istrinya dalam waktu yang bersamaan.
  • Poliandri adalah sistem perkawinan yang membolehkan seorang wanita mempunyai suami lebih dari satu orang dalam waktu yang bersamaan.
  • Pernikahan kelompok (bahasa Inggris: group marriage) yaitu kombinasi poligini dan poliandri.


Yang perlu digaris bawahi adalah, poligami tidak hanya berarti untuk pria. Jadi, praktik yang umum terjadi di masyarakat kita adalah praktik poligini. Kalau untuk praktik poliandri mungkin jarang kita temui. Beberapa dari kita pernah membaca kisah Mahabharata dalam kitab ajaran agama Hindu. Dimana Drupadi --putri dari Raja Drupada-- memiliki suami lima orang Pandawa. Nah itulah yang disebut poliandri.

Drupadi dan Lima Pandawa (source: Wikipedia)

Cukup sudah yah pengenalan tentang pengertian Poligami. Sekarang saya mau ajak kamu menjelajah ke alam barzah eh ke alam pemikiran saya maksudnya. Serem juga kalau udah ke sana mah. Hehehe.

Pas masa kuliah dulu, saya dan Yuval juga Kang Acil main-mainan jadi keluarga poligami. Tentu saja Kang Aciel yang jadi suami, bukan Yuval. Walau secara ke-macho-an, Yuval jauh lebih gahar daripada Kang Aciel. Malahan kami membuat ikatan AIWA yang berarti Aciel's Infinity Wifes Association tapi sekarang udah dibubarkan sih. Mungkin, di sanalah titik balik ketegasan saya untuk makin mendukung poligami. Bahkan kalau pun mendapat kesempatan itu, rasanya saya malah senang. Walau orang-orang di sekitar saya kebanyakan menyangsikannya. Cuma, ada satu lagi kalimat dari seorang teman yang bikin saya makin tertohok,

Daripada suami selingkuh, rasa sakit juga dosanya berkali-kali lipat. Mending izinin atau malah bantuin suami buat ngelamar wanita lain (lagi). -Teh Anita-
Kurang lebih begitulah penuturan Beliau. Nah setelah diperhatiin dari serangkaian kalimat diatas yang udah saya ketik, kalau dilihat-lihat seperti dari sudut pandang istri pertama yah? Hehehe. Memang, kebanyakan kita selalu langsung tarik simpul "sakit banget" jadi istri pertama, in other word, istri pertama adalah "korban" dari praktik poligami. Padahal, belum tentu kita udah ngerasain sendiri, kan? 

Di dalam otak saya, kamu bisa lihat-lihat ini. Saya mau coba tunjukkin makna poligami dari sudut pandang istri ke-dua/seterusnya.

Jadi yang kedua itu...

Tidak semudah kelihatannya. Jadi yang kedua artinya kamu mesti lebih "sempurna" dari yang pertama. Mesti lebih cakep, lebih cakap, lebih cerdas, lebih care dan terpenting...lebih shaleha. Kalau tidak bisa "sempurna" dari semua hal, minimal satu lah. Kalau kamu gak punya kelebihan satu pun, lalu bagaimana kamu bisa menjalankan misi sebagai "penyempurna" rumah tangga yang telah terbina sejak sebelum kamu ada?

Jadi yang kedua, artinya kamu mesti meredam ego. Punya kesabaran tingkat maestro dan gak cemen. Betapa, banyak hal yang mesti kamu hadapin, selain dari luar rumah seperti pandangan miring tetangga. Dari dalam rumah pun, kalau-kalau istri pertama masih punya rasa "kesel" ke kamu, kan?

Maka...

Saya gak ngajak kamu buat ikut-ikutan. Cuma ngajak kamu menjelajah sedikit ke alam pemikiran saya. Tiap orang punya pertimbangan sendiri dalam mengambil keputusan --yang pasti diharap-- menjadi keputusan terbaik dalam hidupnya. Lagi pula, selama kamu bisa ngatasin hatimu, maka gak ada yang namanya sakit.
Jadilah madu yang manis, seperti punya lebah. Yang penting qana'ah. - Kang Aciel -
Lagipula, kamu tega/gak tersentuh gitu ngeliat temen kamu yang sudah berusia matang (banget) apalagi kalau orangnya introvert padahal istri-able dan masih juga ngejomblo sedangkan kamu asyik cekakak-cekikik sama suami dan (calon) anak-anak kamu terus share ke sosmed. Dan dia cuma bisa elus-elus dada sambil sesenggukan di atas sejadah kalau malem. Kamu, berani ngelamar temen yang kayak gini buat suami kamu?
Kalau kamu masih jomblo, berani gak nerima lamaran dari istrinya calon suami? Hahaha.

NB: Abang Nuril kok maen film yang poligamian tapi selalu aja meluk istri pertama, tah eta betapa istri kedua mesti syabaaaaar.

Bandung, 5 April 2016



Masih ujan dan gak ada Irma karena pulang ke Garut.

Sunday, 3 April 2016

Lingkungan pertemanan saya yang sebaya lagi usum-usumnya bikin acara walimahan. Yaiyalah secara udah pada masuk usia duapuluh tahun sekian sekian. Cowok-cowok yang udah pada beres kuliah langsung pada ngelamar, kalau gak ngelamar perempuan yah ngelamar kerja tapi ada juga yang merasa masih perlu bekel pengetahuan di pendidikan formal dengan cara ngelamar beasiswa. Apalagi yang cewek-cewek, udah selesai kuliah yah kalau ada yang ngelamar pada nge-iyah-in aja kalau memang cocok. Kalau kagak yah pura-pura aja gak peduli dan melampiaskan diri terjun ke dunia perkuliahan lagi atau berkarir (saya contohnya).

Tapi, ada juga beberapa yang memang sengaja nunda-nunda nikah dengan alasan "Belum ada yang cocok.". Bah, klasik kali alasannya. Setara dengan alasan klasik kamu yang ninggalin dia dengan bilang "Kamu terlalu baik buat aku." Woy kalau terlalu baik ngapain kamu tinggalin? Emang ada yah orang yang gak pengen sama orang baik. Hah? Edan kagak.

Belum cocok? Atau gak pandai bersyukur?

Nah kamu perlu telaah lagi. Iyah, kamu (ngomong sama diri sendiri yah Sel?) yang selalu nunda-nunda dengan alasan belum cocok. Belum cinta, belum sayang, belum apalah-apalah. Duh. Mungkin sebenernya bukan belum cocok mereun cuma kita (saya aja deh) yang kurang pandai bersyukur. Banyak maunya ini-itu. Pengennya yang begini-begitu.

Belajar dari Proses Menanam...

Sebenarnya, proses berumah tangga *gileee bahasa sella* mirip-mirip dikit dengan proses menanam. Kamu bisa pakai ilmu bercocok tanam. Kalau ngerasa cocok yah langsung tanam, tanamkan dalam jiwa *ceilaaaah*. Maksudnya gini, kalau mau cari yang tumplek-blek sesuai sama selera kamu itu syusyah gals, kayak saya yang pengen banget sama Shaheer Sheikh kan rada syusyah tuh jadi pas saya dapetin Ridwan Ghani yah saya alhamdulillah-in ajah. Toh sama-sama brewokan tipis.

 
Bang Ridwan pose seksih
Jadi yah pas kamu nemuin orang yang "klik" walau cuma dikit dan memenuhi unsur-unsur syar'ï *mapaaas* yah kamu bisa coba tanamkan saja perasaan dan keyakinan itu. Kamu siram tiap hari, di rawat dan dijaga. Niscaya akan tumbuh subur dan mengembirakan. Tapi yah gitu sih, pinter-pinter pilih bibit. Dan juga jangan berekspektasi aneh-aneh serta berlebihan. Yah misal yang kamu tanem biji jeruk, masa kamu ngarepin dia berbuah anggur. Kan mustahil. Walaupun katanya gak ada yang gak mungkin jika Allah SubhanaWata'ala berkehendak tapi mbok yah mikir juga cuk...


Begitulah yah, kira-kira gimana caranya biar dapet pasangan halal segera. Kalau cocok langsung tanam.
Yuk, bercocok tanam!
Eh, kita cocok kagak?


Calon istri abang Ridwan
© 2016 Peri Tinkersell

Bandung, musim ujan 2016

Friday, 1 April 2016

*Rada-rada serius bahasannnya*

Kalau untuk belajar formal saja kita punya banyak waktu luang walau kadang disertai rasa paksa dan malas, mengapa terasa berat belajar ilmu agama padahal ancaman dan hukumnya jelas?

Hari ini saya mendapat teguran itu, penyadaran datang dari kardus milik Kakek, berhubung beliau sedang di Batu Sangkar maka tak pelak saya lah yang mengurusi harta benda beliau (yang 80 persen adalah buku [agama]).

Diantara tumpukan itu ada satu judul yang paling membuat saya terbetik hati; Pedoman Shalat. Sebagai umat muslim turunan (yang agama Islam-nya didapat dari orang tua bukan atas pencarian sendiri) otomatis saya dibekali pengetahuan akan shalat sejak kecil dan buku saya belajar shalat dulu sangat tipis berwarna cover dominan ungu. Ah, lucu, fikir saya pertama kali mendapati buku "Pedoman Shalat" yang tebalnya hampir 600 halaman disusun oleh Prof.Dr.T.M.Hasbi Ash Shiddieqy ini, masa iyah pedoman shalat setebal ini?


buku shalat punya kakeknya sella
© 2016 Peri Tinkersell

Saya tertarik untuk membukanya, saya balik lembar perlembar. Astaghfirullahaladzhim, bukan bermaksud berlebihan tapi isinya benar-benar membuat saya bergetar hebat dan jadi ingin berbagi pada kalian, para sahabat.

Betapa kurang sempurnanya pemahaman saya akan shalat selama ini, asal gerak dan komat-kamit saja. Buku ini membahas begitu detail perihal shalat mulai dari hubungan antara umat Islam dan Shalat hingga hukum meninggalkan shalat, semua terangkum jelas beserta dalil dalam enam ratus halaman walau begitu Sang Penyusun dengan rendah hati berkata; ini hanya rangkuman kecil.

Sepanjang sisa tahun-tahun rasanya perlu bagi saya membaca (sekaligus mempraktekkan tentunya) isi buku ini, kami bisa jadi teman yang baik karena sebaya. Yah ini buku terbitan 1992.

Yuk, belajar terus untuk menyempurnakan shalat.

Karena...

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Yang pertama kali ditanyakan kepada seorang hamba pada hari kiamat adalah perhatian kepada shalatnyaa. Jika shalatnya baik, dia akan beruntung (dalam sebuah riwayat disebutkan: dia akan berhasil). Dan jika shalatnya rusak, dia akan gagal dan merugi.” (HR Ath Thabrani, shahih).

Dan, Shalat adalah perintah yang Allah berikan tanpa perantara Jibril, langsung pada Baginda Rasul melalui peristiwa isra' mi'raj, betapa istimewa.

Dan lagi, menutup aurat itu bukan hanya waktu shalat loh yah, tapi sepanjang yang diharuskan.