Showing posts with label ulasan. Show all posts
Showing posts with label ulasan. Show all posts

Tuesday, 31 May 2016

source: bisnisukm.com
 Minuman, satu nama yang selalu kita ingat selain nama mantan atau paling tidak (mantan) gebetan lah. Siapapun, tanpa terpaku pada jenis kelamin, latar belakang pendidikan, profesi atau bahkan status kejombloan kedudukan kita di masyarakat pastilah butuh minum.  Bahkan, kini minuman tidak hanya bisa diminum di tempat. You know what I mean lah yah, dia sudah portable, perlu dibawa kemana-mana kayak kenangan. Kebutuhan umum banget untuk dikonsumsi kapanpun kita perlu apalagi ketika sedang tidak berada di rumah. Gak ada galon yang setiap saat bisa dipencet saat kita butuh, kalau memang dia lagi gak kosong. Ya kali kalau pergi mau bawa-bawa galon. Kalau bawa-bawa calon sih kagak apa-apa. *eh*.



Maka dari itu terciptalah minuman kemasan. Minuman kemasan juga sudah tidak asing berjejer pada etales toko ataupun swalayan. Karena sebagian besar dari unsur pembentuk manusia itu yah air, udah itu doang sih intinya. Sebab itu wajar kiranya kita butuh air untuk bertahan hidup dan butuh pasangan untuk menikmati hidup *apasih*.  Tapi, pernah gak kepikiran sama kamu kalau ternyata minuman juga memiliki trend dalam pengemasannya loh. Iya, bukan Cuma cewek doang yang punya fashion trend gitu, tapi kemasan juga. Bahkan Technavio –sebuah lembaga riset tekhnologi independen dunia- melakukan riset dan menganalisis jenis bahan kemasan minuman yang bakal makin ngetrend di tahun 2020. Kira-kira apa aja yah…

1.PLASTIK
Selain praktis dan ringan, bahan plastik itu murah banget modal produksinya. Maka wajar kiranya banyak perusahaan minuman kemasan yang mengemas produknya dengan bahan dasar plastik. Secara global malah diperkirakan akan tumbuh sebesar hampir 4% pada CAGR (Compound Annual Growth Rate/Laju Pertumbuhan Majemuk Tahunan) atau kira-kira melebihi US $ 11 Miliar pada 2020 mendatang. Gak kebayang sih sebanyak apa yah plastik yang bisa dibeli dengan uang segitu, sebanyak rinduku padamu kah? Eeeaaa. Oh yah, gak semua bahan plastik aman untuk dipakai sebagai pengemas minuman. Salah satu yang aman adalah yang terbuat dari PET, plastik yang ringan namun kuat. Ketersedian desain juga beragam dibanding bahan baku yang lain.

2.KACA
Untuk beberapa minuman yang kira-kira bakal disimpan lama, seperti sirup dan susu misalnya. Maka kaca adalah media yang cocok. Cocok, kayak kamu dan dia. Dah aku mah apa. Huhuhu. Aku sama seperti kaca, yang walaupun cocok untuk beberapa orang produk tapi pada dasarnya penggunaan bahan dasar kaca untuk produk minuman adalah solusi yang dianggap usang. Kaca dinilai tidak praktis dalam pendistribusian, penyimpanan maupun pembuangan.  Tapi, sama seperti kita, kaca memang punya kekurangan. Namun coba lah sedikit buka hati guys, kaca itu bisa didaur ulang 100% tanpa perlu khawatir kehilangan kualitas dan kemurniannya. Beda banget sama plastik. Dan ternyata juga, minuman kemasan yang dikemas oleh kaca diperkirakan akan mengalami peningkatan permintaan melebihi US $ 7,6 miliar pada 2020, tumbuh pada CAGR lebih dari 2%. Sepertinya ini didukung oleh meningkatnya permintaan sirup karena mau puasa kali yah .

3.KARTON
Pernah minum sesuatu yang dikemas dalam bahan karton? Pemilihan bahan baku karton untuk beberapa produk minuman tentu saja bukan tanpa alas an. Bukan Cuma untuk terlihat keren, atau modis. Tapi, bahan karton yang dilapisi alumunium foil pada bagian dalam lalu dikemas vakum tentu saja bertujuan untuk mempertahankan kemurnian minuman tersebut. Agar tetap steril. Agar tidak ada pihak ketiga yang mengganggu, virus dan jamur misalnya. Atau teman yang mau nikung kamu misalnya? Halaaah. Dan Technavio memprediksi bahwa CAGR dari minuman berbahan dasar kemasan karton akan mencapai 7% atau sekitar US $ 7,6 miliar pada 2020. Jumlah yang cukup besar, bukan? Tampaknya juga, karton dipilih karena sangat mudah di daur ulang tanpa memberi dampak yang berarti pada kerusakan lingkungan.

4.LOGAM
Dalam prediksi Technavio, CAGR pada kemasan logam/metal adalah yang terendah disbanding dengan bahan baku kemasan yang lain, hanya pada kisaran 2% saja atau mencapai sekitar US $ 4 miliar pada tahun 2020. Biasanya almunium dan baja lah yang digunakan sebagai bahan baku kaleng minuman. Namun diantara keduanya, alumunium lebih disukai karena ringan. Namun diantara keduanya sih aku gak bisa milih, lebih pilih kamu aja. Huhu. Bahan dasar logam juga cukup mudah di daur ulang. Bahkan di Eropa, tingkat daur ulang kemasan logam mencapai 75% dan bisa menghemat energi yang digunakan untuk bahan bakar hingga 90%.

Setiap bahan baku tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Lagipula, beda jenis kandungan minuman tentu saja membutuhkan perlakuan dan bahan kemasan yang berbeda. Entah menggunakan bahan baku apapun, kita semua tentu ingin kemasan yang aman untuk kesehatan kita dan kesehatan mantan *eh*. Oke, stop membicarakan itu. Dan gak ngerti juga sih gimana itungannya untuk bahan dasar logam, kalau 75% pendauran aja bisa menghemat sampai 90% lalu bagaimana jika proses pendauran mencapai 100% yah? Wuah terus gak kepikiran juga, apa di Eropa ada pengepul bahan untuk daur ulang juga yah seperti di Indonesia? Heum mending jangan terlalu musing mikirin itu sih. Kamu mah cukup pikiran aja nasibmu aja, mblo.




Daftar Pustaka:
Artikel asli berjudul “Which Beverage Package Format Will Dominate Through 2020?” oleh Anne Marie Mohan, Senior Editor Packaging World. Digubah dan disesuaikan untuk kebutuhan oleh Sella S. Sembiga Koto, Senior Jomblo Dusbox Bandung.


Bandung, 28 Mei 2016

Sunday, 3 April 2016

Lingkungan pertemanan saya yang sebaya lagi usum-usumnya bikin acara walimahan. Yaiyalah secara udah pada masuk usia duapuluh tahun sekian sekian. Cowok-cowok yang udah pada beres kuliah langsung pada ngelamar, kalau gak ngelamar perempuan yah ngelamar kerja tapi ada juga yang merasa masih perlu bekel pengetahuan di pendidikan formal dengan cara ngelamar beasiswa. Apalagi yang cewek-cewek, udah selesai kuliah yah kalau ada yang ngelamar pada nge-iyah-in aja kalau memang cocok. Kalau kagak yah pura-pura aja gak peduli dan melampiaskan diri terjun ke dunia perkuliahan lagi atau berkarir (saya contohnya).

Tapi, ada juga beberapa yang memang sengaja nunda-nunda nikah dengan alasan "Belum ada yang cocok.". Bah, klasik kali alasannya. Setara dengan alasan klasik kamu yang ninggalin dia dengan bilang "Kamu terlalu baik buat aku." Woy kalau terlalu baik ngapain kamu tinggalin? Emang ada yah orang yang gak pengen sama orang baik. Hah? Edan kagak.

Belum cocok? Atau gak pandai bersyukur?

Nah kamu perlu telaah lagi. Iyah, kamu (ngomong sama diri sendiri yah Sel?) yang selalu nunda-nunda dengan alasan belum cocok. Belum cinta, belum sayang, belum apalah-apalah. Duh. Mungkin sebenernya bukan belum cocok mereun cuma kita (saya aja deh) yang kurang pandai bersyukur. Banyak maunya ini-itu. Pengennya yang begini-begitu.

Belajar dari Proses Menanam...

Sebenarnya, proses berumah tangga *gileee bahasa sella* mirip-mirip dikit dengan proses menanam. Kamu bisa pakai ilmu bercocok tanam. Kalau ngerasa cocok yah langsung tanam, tanamkan dalam jiwa *ceilaaaah*. Maksudnya gini, kalau mau cari yang tumplek-blek sesuai sama selera kamu itu syusyah gals, kayak saya yang pengen banget sama Shaheer Sheikh kan rada syusyah tuh jadi pas saya dapetin Ridwan Ghani yah saya alhamdulillah-in ajah. Toh sama-sama brewokan tipis.

 
Bang Ridwan pose seksih
Jadi yah pas kamu nemuin orang yang "klik" walau cuma dikit dan memenuhi unsur-unsur syar'ï *mapaaas* yah kamu bisa coba tanamkan saja perasaan dan keyakinan itu. Kamu siram tiap hari, di rawat dan dijaga. Niscaya akan tumbuh subur dan mengembirakan. Tapi yah gitu sih, pinter-pinter pilih bibit. Dan juga jangan berekspektasi aneh-aneh serta berlebihan. Yah misal yang kamu tanem biji jeruk, masa kamu ngarepin dia berbuah anggur. Kan mustahil. Walaupun katanya gak ada yang gak mungkin jika Allah SubhanaWata'ala berkehendak tapi mbok yah mikir juga cuk...


Begitulah yah, kira-kira gimana caranya biar dapet pasangan halal segera. Kalau cocok langsung tanam.
Yuk, bercocok tanam!
Eh, kita cocok kagak?


Calon istri abang Ridwan
© 2016 Peri Tinkersell

Bandung, musim ujan 2016

Friday, 1 April 2016

*Rada-rada serius bahasannnya*

Kalau untuk belajar formal saja kita punya banyak waktu luang walau kadang disertai rasa paksa dan malas, mengapa terasa berat belajar ilmu agama padahal ancaman dan hukumnya jelas?

Hari ini saya mendapat teguran itu, penyadaran datang dari kardus milik Kakek, berhubung beliau sedang di Batu Sangkar maka tak pelak saya lah yang mengurusi harta benda beliau (yang 80 persen adalah buku [agama]).

Diantara tumpukan itu ada satu judul yang paling membuat saya terbetik hati; Pedoman Shalat. Sebagai umat muslim turunan (yang agama Islam-nya didapat dari orang tua bukan atas pencarian sendiri) otomatis saya dibekali pengetahuan akan shalat sejak kecil dan buku saya belajar shalat dulu sangat tipis berwarna cover dominan ungu. Ah, lucu, fikir saya pertama kali mendapati buku "Pedoman Shalat" yang tebalnya hampir 600 halaman disusun oleh Prof.Dr.T.M.Hasbi Ash Shiddieqy ini, masa iyah pedoman shalat setebal ini?


buku shalat punya kakeknya sella
© 2016 Peri Tinkersell

Saya tertarik untuk membukanya, saya balik lembar perlembar. Astaghfirullahaladzhim, bukan bermaksud berlebihan tapi isinya benar-benar membuat saya bergetar hebat dan jadi ingin berbagi pada kalian, para sahabat.

Betapa kurang sempurnanya pemahaman saya akan shalat selama ini, asal gerak dan komat-kamit saja. Buku ini membahas begitu detail perihal shalat mulai dari hubungan antara umat Islam dan Shalat hingga hukum meninggalkan shalat, semua terangkum jelas beserta dalil dalam enam ratus halaman walau begitu Sang Penyusun dengan rendah hati berkata; ini hanya rangkuman kecil.

Sepanjang sisa tahun-tahun rasanya perlu bagi saya membaca (sekaligus mempraktekkan tentunya) isi buku ini, kami bisa jadi teman yang baik karena sebaya. Yah ini buku terbitan 1992.

Yuk, belajar terus untuk menyempurnakan shalat.

Karena...

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Yang pertama kali ditanyakan kepada seorang hamba pada hari kiamat adalah perhatian kepada shalatnyaa. Jika shalatnya baik, dia akan beruntung (dalam sebuah riwayat disebutkan: dia akan berhasil). Dan jika shalatnya rusak, dia akan gagal dan merugi.” (HR Ath Thabrani, shahih).

Dan, Shalat adalah perintah yang Allah berikan tanpa perantara Jibril, langsung pada Baginda Rasul melalui peristiwa isra' mi'raj, betapa istimewa.

Dan lagi, menutup aurat itu bukan hanya waktu shalat loh yah, tapi sepanjang yang diharuskan.

Tuesday, 29 March 2016

Beberapa hari belakangan, beranda dunia maya dimana saya biasa gentayangi dipenuhi oleh share-an portal berita yang "cukup" menghebohkan. Cukup yang perlu ditanda-petiki. Bagaimana tidak, berita-berita tersebut memuat tentang fakta --yang sebagian juga diselipi oleh gosip-- mengenai seorang pengemis yang terjaring oleh Satpol PP di daerah Jakarta. Well, berita mengenai seorang pengemis yang terjaring Satpol PP sebenarnya biasa banget yah. Tapi, yang bikin berita ini meledak-ledak --bahkan hebohnya hingga menutupi puing-puing berita ledakan di Timur Tengah-- adalah pengakuan dari salah satu pengemis yang terjaring tersebut. Bukan, bukannya dia ngaku-ngaku berpenghasilan minimal maratus rebu perhari atau bisa ngadain acara ulang tahun anaknya minimal di McD. Pengakuannya mencengangkan;
Saya Papa kandungnya Marshanda.
Langsung dong netizen seantero jagat pada heboh. Bagaimana tidak, seorang yang dianggap pengemis dengan penampilan miris ngaku-ngaku sebagai Ayah kandung seorang selebritis yang tersohor.

beritagar.id

"Semalam dapat kabar dari teman, yang mengirimkan link (tautan) berita. Dan memang benar, dia ayahku," kata aktris, yang namanya mencuat sejak menjadi pemeran utama dalam sinetron Bidadari itu. (sourch:beritagar.id)
Jeng jeng jeng jeeeeeeeeng ternyata Marshandanya juga ngakuin woy! Lu semua pada heboh apa cing yang dihebohin????

Heum, sebenarnya agak mengherankan juga. Kok bisa yah anaknya terkenal --dan pastinya punya materi yang "cukup" juga-- tapi bokapnya *eduaaaan bahasa prokem saya keluar* ngemis. Saya juga pemasaran penasaran padahal mah gak ada urusannya juga yah sama saya yah. Hehehehe.
"Aku sudah lost contact dua tahun sama papa. Jadi buat aku ini malah good news, bisa ketemu papa lagi. Memang dari dulu setiap kali aku ketemu papa, keadaan ekonomi papa sangat minim," kata Marshanda. Ia juga mengklaim bahwa selama ini sudah berusaha membantu ayahnya semaksimal mungkin.(sourch:beritagar.id)
Oh ternyata gitu. Tapi, kalau saya yang jadi Neng Ca sih *emang ada yang mau ngorbitin sella?* baiknya lebih elok buat mulai cari ayah semenjak dulu-dulu yah. Kan uang saya "cukup" banyak (ceritanya loh kalau saya jadi Neng Ca) bayar orang buat nyari ayah kayaknya gak terlalu sulit. Bikin konferensi pers juga mudah kan?

Pelajaran juga sih buat kita,
Coba sesekali kangennya sama Ayahmu, Neng. Jangan sama gebetan doang. Bagaimana pun, dalam darah kita mengalir darahnya.
Udah ah segitu dulu. Mau ngurusin Irma bentar yang katanya kehilangan hp. Udah ribut heboh eh ternyata hp-nya juga ada di atas meja produksi. Cuma yaitu sihg, dia mah nyarinya pake "mulut".

Bandung, Maret 2016



Masih musim ujan dan musim kawin, lah saya kapan? *eh*
 

Monday, 28 March 2016

Hari sabtu kemarin 26/3 saya janjian sama A Galih, anggota tim baru di kantor. Gak usah pake cie-cie yah, ini gak seperti yang kalian duga. Saya mah setia untuk melajang sekarang. Gak tau besok. Hahaha.

Kenapa perginya sama A Galih, kenapa gak sama yang lain, hayo?

Saya mau ajak yang lain siapa toh? Sama Martas gak mungkinlah, entar didamprat bini tua. Sama Irma atau Tria yah mereka mah gitu kalau diajak main. Sama Ical gak mungkin juga, entar dikira baper dan pengen balikan lagian dia juga kan sibuk latihan ngeband selama long weekend ini, lumayan tuh fee-nya bisa buat beli Gunpla yang MG sampai 3 biji. Kalau mau. Jadi weh pergi sama A Galih --yang secara kebetulan didukung alam semesta karena suka jejepangan juga lagi jomblo, jadi gak akan ada yang marah-- untuk pergi ke Japanzuki Show 11, acara yang di helat oleh HIMABAJA (Himpunan Mahasiswa Bahasa Jawa Jepang) Universitas Pendidikan Indonesia.

Bibir merona dan Tiket Japanzukishow11
© 2016 Peri Tinkersell
Jadi, gimana liburannya, Sel?

Kami (ceilaaaah pakai kata ganti "kami") berangkat sekitar setengah sepuluhan dengan A Galih yang jemput saya. Sampai di sana masih sepi, padahal rundown acara mulai jam 9 pagi. Yah maklumlah --bisa apalagi selain maklum-- namanya juga di Negeri Jam Karet. Overall acaranya asyik tapi kurang rame. Ngerti kan? bukannya kurang rame dalam artian sepi pengunjung tapi yah gak sesuai ekspektasi aja sih. Tapi suka pas costplay ada Tinkerbell-nya terus ada Peterpan juga tapi yang meraninnya cewek, untung di dubbing jadikan masih tetep macho kalau denger suaranya. Oh yah, A Galih pas jam 11an pergi ke kampusnya buat jemput kawan tapi baru balik lagi pas udah ashar, bilangnya sih abis ketemu dosen dan diceramahin (jangan tanya alasan diceramahinnya kenapa, mungkin karena sayang). Saya kira cuma jemput satu orang eh ternyata ada lima ekor yang dibawa. Tapi cowok padaan eh ada sih satu yang perempuan cuma kayak yang kurang cocok ke saya. Mungkin karena kita beda (Ayah kenapa Aku berbeda -_-) Ah mungkin juga karena saya yang mukanya kurang bersahabat dan gak mau nyapa duluan kali yah. Pokoknya kemarin cuma sempet ngobrol sama temennya a Galih yang bernama Rosyad. Itu juga ngebahas tentang kabel optik. Hadeuh.

Loh, ini ngebahas Japanzuki Show tapi kok judulnya gitu?

Oh soal acaranya mah kalian bisa cek di sosial media pakai hastag #japanzukishow11 pati nemu kok. Cuma yah jadi kan pas acara sempet ujan tuh. Tau kan kalau ujan pasti ninggalin genangan, beda lagi sama kamu, yang kamu tinggalin mah cuma kenangan *naon sih sell...* nah terus kan tau sendiri si sella kalau pakai baju pasti nyapu lantai. Tinggal beli super pell aja deh. Terus dengan mata nanar saya ngeliatin ke arah kaki yang berpijak ke tanah namun ketutupan kain pakaian. Sedih liat baju bagian bawah basah dan kotor.
 
"Makanya jangan pendek." -A Galih pada Sella-

Tau-tau A Galih nyeletuk begitu. Kan jadi kepikiran sampai sekarang, emang saya pendek banget buat ukuran wanita Indonesia? Tinggi saya 153, lebih tinggi 2cm dari Tria dan lebih tinggi 0,5cm dari Irma. Kalau dibandingin ama cewek-cewek costplayer di acara itu sih lah iyah jelas kalah. Apalagi dibandingin sama A Galih --yang menurut pengakuannya 170cm-an-- jelas saya kalah telak.

Ah, gapapa deh dibilang rendah. Yang penting gak rendah diri tapi tetep yah mesti rendah hati walaupun misal --misal loh yah-- sampai dilamar sama Ridwan Ghani.

Bandung, 2016, Maret ujung

Wednesday, 16 March 2016







"Dari Sabang sampai Marauke...dari timur sampai ke talaud...Indonesia tanah airku...Indomie...Indomie seleraku."

Image result for indomie pinterest
sourch: Trailblazersng.com
Jenis penduduk Indonesia yang heterogen tentu mempengaruhi selera pasaran. Tidak terkecuali untuk selera mie instant. Siapapun pasti pernah makan mie instant yah paling tidak, pernah lihat bentuknya lah. Atau malah, kamu termasuk penggemar berat makanan yang sering disebut-sebut sebagai pemicu beragam penyakit kronis ini?

Pun begitu dengan saya, salah satu pemudi Indonesia yang penuh semangat juang mendapat perhatian mantan *eh* cukup senang mengonsumsi mie instant. Apalagi yang goreng. Suka banget! Tapi lebih suka sama kamu sih. Haahaha. Oh yah, kalau di rumah --pas masih tinggal dengan orang tua, tentunya-- kesempatan makan mie instant adalah hal yang MEWAH. Bagaimana tidak, Ibund saya cukup anti dengan makanan instant. Apalagi mie. Lah wong jajan yang biasa aja jarang beli. Lebih suka masak sendiri. Maklumlah yah, udah 10.000 jam lebih kemampuan memasak beliau ini. Dah aku mah apa atuh dibandingin Ibund. Huhuhu. Nah, saat sudah tidak tinggal dengan orang tua (jadi anak kost.red) betapa besar kesempatan itu datang. Malah kadang jadi ketergantungan. Apalagi kalau pas akhir bulan. Hahaha. Jadinya suka semena-mena. Habisnya selain praktis, enak juga.

Adalah Indomie goreng yang menjadi favorit Saya. Apalagi yang edisi sepesial yang bungkusnya glossy gimana gitu. Tapi lebih rada mahal sih daripada yang biasa harganya.

Saking "mie instant" bangetnya hidup saya dulu, pernah tuh nyetok beragam rasa --yang goreng, tentunya-- sampai satu rak. Untung (maunya untung doang...) gak sampai kena tifus atau BAB DARAH MACAM Bang Radith.

Tapi, menjadikan mie instant sebagai pelarian nafsu ketika lapar...hujan deras...di kosan...dan menjomblo adalah pilihan yang kurang tepat. Menjadi dilema tersendiri bagi saya. Apalagi dengan menyetok mie instant di kamar. Membuat instuisi memasak saya memudar. Jadi males mengeksplor kemampuan dalam dunia kedapuran jadinya. Kalau begini, kapan saya bisa mencapai target 10.000 jam expert kayak Ibund? Kalau begini, kapan saya bisa menjadi pendamping yang awesome bagi kamu? Eaaaa. 

Yah gitu sih, kadang yang instant itu memang enak tapi belum tentu baik dan jangan keseringan. Apalagi jatuh cinta secara instant, cuma buat ngerasain yang enaknya ajah... jangan lupa dengan resiko yang mengintai di depan. Be careful. 

*Jiah jadinya malah curhat*

Bandung,


16 Maret 2016

Friday, 31 July 2015

Belakangan ini, saya sedang merasa handphone terlalu berat. Tapi sangat ingin juga denger-denger lagu. Nah tercetuslah untuk mendengar streaming di Soundcloud saja. Haha.

Enggak tau, kayaknya ini rasa punya siapa *halaaah* bener-bener nyantol ke Bandung. Lah sebagian besar band (indie, tentunya) yang saya suka kok asalnya dari Bandung. Padahal gak rencana, persis jatuh cinta, gak ada rencana :3

Mocca, adalah band Indonesia yang "saya banget" swing jazz atau apalah itu istilah musicnya, pertama yang saya suka. Ini tak terlepas dari peran Maudy Ayunda pada film "Untuk Rena" -yang dimana- sountracknya itu lagu Mocca. Juga lagu "I Remember", duh cinta banget. Tapi ya gitu sih, lagunya kebanyakan berlirik english, padahal saya mah paling rada gimana gitu sama english. Namun sekarang gak terlalu khawatir, udah ada Ical. Dia siap translate kapanpun, kayak kamus online tapi yah gitu, mesti bayar.

Sarasvati, saya tau dari Angga. Karena novelnya duluan sih, memang rada-rada serem. Apalagi kami pas itu masih jadi mahasiswa baru unyu-unyu. Sampai ngebet pengen nonton live, tapi alhamdulillah, belum kesampean.

Pidi Baiq dan The Panas Dalam taunya dari Agi, yang memang suka buku-dan kayaknya nyewa kamar kost hanya untuk naro buku- (karena surayah pidibaiq juga seorang penulis, maklum gak ada kerjaan ;)) lagu pertama yang dikasih liat ke saya itu "Rintihan Kuntilanak" berhubung masih heboh bahas sarasvati dulu itu jadi makin seneng yang horor-horor, tapi jujur, saya sih lebih seneng honor. Semenjak Ayah Pidi -yang- Baiq ngeluarin novel terbarunya "Dilan, Dia Dilanku 1990" dan "Dilan, Dia Dilanku 1991" jadi aja saya makin cinta, sama Dilannya :) juga lagu voor Dilan dan voor Dilan #2. Gemes.

Banda Naera nah pas kepo-kepo ke following surayah lalu kepo ke followingnya following surayah, saya menemukan mereka! Duo yang pengennya disebut band. Tadinya saya kira mereka dari jakarta (liat info soundcloudnya) eh pas search lagi ternyata alumni Unpar. Menurut saya, literasi mereka yang kaya ini bolehlah disetarakan dengan Payung Teduh.

Tigapagi sempat dengar dinobatkan sebagai Band indie terbaik versi majalah rolling stone indonesia, lagunya seru. Melodinya rada nyunda. Tema lagunya juga asyik abis, cinta-cintaan, tapi cinta pada negara sih.

Salah satu hal yang saya idamkan, mereka gak masuk tipi. Rasanya jelas jadi beda, entah, jadi gak asik lagi. Jadi asing. Mungkin.

***

Pertemuan saya dengan lagu-lagu serta penyanyi diatas sungguh tak terencana. Senang ke mereka juga, mengalir saja. Sama kayak ke Bandung. Sama kayak ke kamu. Insyaallah lekas bersua.

"Jika awan sudah terlalu berat dan tak mampu menampung uap. Biarlah, biarlah hujan. Air bercumbu dengan tanah, daun, genting serta ranting juga yang lainnya. Biarlah, biarlah kita bertemu." -Petrikor, Sella-

***

Sudah ah, ini nulis sambil ngantuk. Dan playlist private di soundcloud saya sedang ada Banda Naera...

" Rumah kosong
Sudah lama ingin dihuni
Adalah teman bicara; Siapa saja atau apa
Jendela, kursi
Atau bunga di meja
Sunyi, menyayat seperti belati
Meminta darah yang mengalir dari mimpi." -Musikalisasi Puisi Rindu, Subagio Sastrowardoyo-

*tau-tau kepikiran, itu Bapaknya Dian Sastro bukan, yah?*

Bandar Lampung,
2 Agustus 2015
Mulai ngantuk.


gambar; sourch google.

Sunday, 19 July 2015

Saya baru saja membaca kabar gembira tentang pelajar Indonesia yang meraih medali pada International Biology Olympiad 2015. Alhamdulillah, masih ada yang bisa kasih berita bahagia di tengah gonjang-ganjing negeri ini.

Tapi, kemudian saya jadi kepikiran. Yah, tentang nasib pemuda-pemudi Indonesia yang lainnya. Maaf, kali ini saya gak lagi mikirin nasib para Jomblo, untuk hal itu mah kalian banyak-banyak dzikir ajalah kalau mau lekas ketemu jodoh. Ini saya lagi kepikiran, kan mereka yang menang olimpiade ini pada dapet beasiswa sampe S3 juga kalau meraih medali Emas. Setelah saya kepo, diantara empat orang itu ada juga yang anak Pejabat di Dirjen Pajak, anak orang berpunyalah. Bukan maksud saya mau bilang ini gak fair namun tentulah wajar kiranya anak dengan segudang fasilitas begitu menang olimpiade International. Nah, anak-anak Indonesia yang gak seberapa pinternya, gak seberapa beruntung perekonomian keluarganya tapi punya potensi besar, gimana nasibnya? Diperparah dengan lokasi domisili di pelosok serta pola pikir lingkungan terutama orang tua yang masih kolot. Banyak diantaranya putus sekolah atau malah tidak mendapatkan akses pendidikan sama sekali.

Berdasarkan data UNICEF tahun ini sebanyak 2,5 juta anak Indonesia tidak dapat menikmati pendidikan lanjutan yakni sebanyak 600 ribu anak usia sekolah dasar (SD) dan 1,9 juta anak usia Sekolah Menengah Pertama (SMP). Untuk daerah desa dan kota perbandingan angka putus sekolahnya 3:1.

Jangankan desa pelosok sono-sono, di sekitar rumah saya saja -yang notabenenya masih kota cukup maju yang ditandai dengan makin menjamurnya pusat perbelanjaan modern serta tempat nongkrong borjuis- masih cukup banyak adek-adek yang putus sekolah.

Selain program kartu-kartuan serta Bidik Misi dari Presiden (Republik Indonesia yah, bukan Kongo), Pemerintah kota kami, Bandar Lampung, yaitu pak Herman HN memang memiliki program Biling (Bina Lingkungan) hingga tingkat SMA, jadi adek-adek bisa mendaftar tanpa tes untuk masuk sekolah negeri mana saja, asal dekat rumahnya dengan radius kilometer tertentu. Namun, sesungguhnya beasiswa belum lah menjadi jawaban memuaskan bagi sebagian khalayak. Selain karena ada beberapa peraturan (seperti mesti miskin banget --atau memiskinkan diri banget-- yah mesti pinter banget, berprestasi banget, menonjol banget, dll banget) hingga cakupan yang bisa menggapai beasiswa cukup terbatas, ada juga orang tua yang bingung serta pernah berkata...

"Iyah sih sekolahnya gratis lah buku, baju, sepatu, tas apanya kan beli pake duit ongkos juga pake duit." -Tetangga,-

Jadi, apakah mode beasiswa yang persyaratannya mesti pake "banget" itu kurang efektif?

Sekali lagi, tergantung kita menggunakan perspektif dan pendekatan apa. Lagian, ini bisa jadi ajang pemacu siswa untuk lebih semangat biar bisa meraih beasiswa. Yah mestilah jadi "Pinter Banget" atau kalau susah untuk itu, jadi lah "Miskin Banget".

Lalu, bagaimana nasib anak yang pas-pasan mau sekolah lanjut tinggi tapi biaya gak cukup sementara gak bisa juga dibilang miskin. Mau lewat jalur adu nilai tapi pas-pasan aja pinternya gak keblenger. Tapi punya bakat terpendam yang belum terasah dengan fasilitas sarana prasarana belajar yang cukup "di-alhamdulillah-in ajah"?

Sabar Dek,

"Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri." (Ar-Ra'd:11)

Allah sih berfirmannya begitu, ah gimana atuh merubah nasib sendiri teh Sel?

Ada cara paling mudahnya, kalau kamu percaya...

Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina. ” (Al-Mu'min:60)

Tentu saja, berdoa diiringi usaha, usaha bisa apa saja seperti usaha gorengan juga es shanghai. Belajar juga, bukan cuma di sekolah, belajar bisa di rumah bahkan di jalan. Taati perintah Allah, suatu keharusan. Masa sih udah lah semua hal pas-pasan lah kok ibadah juga mau pas-pasan.

Terlepas dari itu semua, gak kebagian beasiswa juga enggak jadi masalah. Yang jadi masalah mah kalau gak kebagian oksigen serta gak kebagian jodoh *eh*. Kamu, aku dan mereka pasti punya peran tersendiri di Bumi ini, jangan terlalu kepengen kayak orang, empret banget deh itu. Kalau semua orang jadi juara olimpiade, terus siapa yang nyapu jalan? Yang ngangkutin sampah dari kompleks ke TPA? Yang ngegali kubur? Nah loh, bingungkan.

Jangan pula, nanya-nanya ke Pak Jokowi tentang nasibmu itu, Ndok, Nang. Kasian sama si Bapak, Beliau itu sama tidur aja tau inget tau enggak. Kelihatan lelah mulu yah.

Yaudahlah, saya juga mau bobo sore duyu, Dah.




Bandar Lampung,
19 juli 2015




Source: www.lensaindonesia.com/2013/07/27/ribuan-anak-sumatera-selatan-putus-sekolah.html

Saturday, 18 July 2015

Saya, sebagai praktisi Jomblo aktif semenjak 2013 yah memang sih masih suka kesengsem sama anak ngaji, walau tampangnya biasa saja gak semanis Abang Shaheer Sheekh -yang tingkat kemanisan dan gurihnya setara dengan Martabak Bangka Acun yang di Yos Sudarso itu, rasa Keju seloyang mapuluh rebu- tapi pesonanya itu loh.

"Cinta adalah mubah, merasakannya adalah fitrah, cinta bisa menghantarkan kita ke surga, bisa juga menjerumuskan kita pada neraka. Menyikapinya adalah pilihan kita." -Nurul, mini seri Bicara Cinta, dengan perubahan sesukanya-

Nah ini, sebagian besar pemuda-pemudi Indonesia yang tidak menjunjung tinggi sila ke-5; Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Masih beranggapan bahwa Melajang a.k.a Menjomblo adalah pilihan bagi orang-orang yang tak punya pilihan. Mereka yang berganda campuran (pacaran.red) acapkali nyinyir dan menganggap para Tunggal Pria/Wanita ini sebagai kasta kelas bawah. Kadang yah gitu, ada yang depresi akhirnya membanting stir jadi Ganda Putra/Putri. Itu bagi yang udah desperate banget.

Terus ini si Sella maksudnya mau bahas apaan sih?

Heum, begini eeeemh anu gimana yah. Saya juga sudah cukup merasa punya beban kalau ditanya-tanya sama tetua di keluarga :')

Tapi yah alhamdulillah, beberapa kali ada yang datang hingga ke rumah -menandakan kalau saya "laku" dan normal-tapi gak cocok sama orang tua. Ada juga yang datang dari daftar kawan lama tapi cuma sampai pada tahap "mentag" atau yang lebih giyung gitu yah menjanjian ngelamar setelah beres kuliah atau ini itu. Bikin hati gonjang-ganjing banget deh. Mbok yah kalau belum siap nanti-nanti dulu lah.

Jadi maksud saya gini loh, dalam masa-masa "bertapa" ini pasti ada saja godaan syaitonirrojim baik dari kalangan Jin atau Manusia :) Betapa kita harus sangat-sangat paham betul alasan untuk menjomblo (yang sebenernya saya lebih suka kata "lajang" tapi kurang fami-liar) niat dan tekad harus kuat. Bagi yang cewek, masa penantian ini bisa jadi masa pengembangan diri, pelajari segala hal yang bisa jadi ilmunya nanti malah akan membantumu dalam mengarungi bahtera. Buat cowok, masa-masa ini alangkah elok untuk kamu belajar dan belajar terus, bukan hanya menjadi imam shalat yang baik tapi juga jadi "presiden" untuk keluarga kecilmu, paling tidak. Bisa menciptakan GBHN sendiri. Ngerti GBHN, kan?

Memilih jadi jomblo pada waktu dan situasi yang belum memungkinkan untuk menikah adalah Jihad.

Rasulullah saw bersabda : “Jihad yang paling utama adalah jihad seseorang melawan hawa nafsunya” Hadits ini dishahihkan oleh Nashiruddin al-Bani dalam Shahihul Jami’ (1099).

Berganda campuran tanpa ikatan yang terdaftar di KUA adalah hawa nafsu. Memeranginya adalah kewajiban! Memeranginya adalah Jihad! Apalagi berganda putra/putri :(

Susah memang, melihat mereka bergandeng tangan cengengesan. Tapi percayalah, ada saatnya kita merasakan itu. Deg-degan dan kesengsem yang halal tanpa takut digrebek satpol PP. Ada saatnya.

Photo: Biar lajang tetap senang, koleksi pribadi.

Bandar Lampung,
18 Juli 2015
Lebaran ke-22 dalam keadaan lajang.

Tuesday, 7 July 2015

Hampir semua jomblo di Bumi ini kalau ditanya tentang jodoh pasti mengambil jawaban simple nan klasik,

"Ah, jodoh itu di Tangan Tuhan."

Hingga 2014 akhir, saya masih ikut-ikutan meyakini itu, sudah semacam memberhalakan saja.

Selepasnya, mengapa saya mengubah pandangan?
Ini semata-mata karena saya berpindah posisi -- dari lajang yang suka baper kalau ada temen nikah, menjadi lajang yang mendedikasikan diri sebagai Daraluar(bia)sa -- maka berubah pula sudut pandang.

Dan tadi malam saya sms-an sama Dara (bukan nama sebenarnya) yang sudah bukan Dara (gadis) lagi karena sudah punya putri.

Dia hanya beda 53 mingguan usianya dari saya, Dara lebih tua, tentu saja.

Saya dan Dara banyak samanya: mengenyam pendidikan di LPGTK dan UPI, bergolongan darah A, lahir pada bulan Agustus, kebagian di divisi PR pada UKM yang sama, pandai ngegombal bahkan ngegombalin orang yang sama pas dulu sampai punya kaos couple motivasi gitu, suka menulis artikel (kalau dia penting, saya mah gak) dan ini yang paling nyata...sama-sama MANIS!!!

Selain itu semua, ada yang paling krusial; sama-sama pernah tidak nurut menurut orangtua dan hubungan rumah tangga tergantung titah orangtua.

Tahun lalu saya masih "to enthusiast" ke Kak Beruang -- yang sebenarnya gak banyak uang -- tapi semua yang sudah kadung berjalan jadi urung, tebak kenapa?

ORANGTUA GAK SREG

Dalam bahasa nasional artinya beliau berdua gak suka, selain karena masih begitu memegang teguh streotip kesukuan, juga menurut pandangan orang tua saya, orang yang terlalu religius justru suka mengabaikan keluarga. Dan profesi Bapaknya si ehem yang seorang dosen membuat Ibu saya khawatir dengan harga diri putrinya. Ngerti gak? Khawatir di "bully", di hina. Walau belum tentu, semua hanya spekulasi berdasar emosional bukan logis. Kamu mungkin mau bilang orangtua saya berfikirnya norak?

Ih sama, saya juga sempet mikir gitu tapi walau bagaimanapun saya yakin mereka paling memahami apa yang baik dan tidak untuk saya.
Pun begitu, saya pernah mengutip kisah Dara pada tulisan ini. Orang tua Dara sudah sangat terlanjur sakit hati, maka kemungkinan sangat kecil untuk Dara bisa bersatu lagi dengan (mantan) suaminya.

"Belum sel. Saya hilang kontak juga sama dy. Maunya balikan sebenarnya. Tapi ortu melarang keras." -Dara, Wanita yang tegar-

Saya melihat bulan lalu ex-suami Dara masih memajang photo mereka berdua, dan sekarang memajang photo anaknya sebagai profile.

"Kangen sel, nyesel jga. Tapi gimana lagi, T_T." -Dara, belum genap 23th-

Kamu yang baru saling cemceman atau pacaran aja pasti berasa mau mati yah kalau hilang kontak, macem Amel Carla sama siapa itu namanya yang sekolah di Inggris. Apalagi Dara, udah gak ngerti lagi kangennya kayak apa. Sesuatu yang beda pernah disatukan dalam janji dihadapan Allah dan kini???

Meski mereka masih menginjak tanah yang sama, Pasundan. Masih menghirup udara yang sama, Siliwangi. Tapi, rindu mereka hanya mampu lewat selintas pada beranda jejaring sosial. Hanya memandang tanpa menyentuh, cuma bisa scrolling tanpa chatting.

Kamu, kuat gak nahan rindu yang begitu?

"I'm not complaining 'bout the weather in the sky, it just a vision of the future of a bloody sunday..." - The Downtown Dogz, Cigarretes Nation -

Kutipan lagu itu, kurang lebih mewakili perasaan saya dan juga mungkin Dara.

Kami, gak komplain atas yang telah teralami. Berusaha untuk jalani yang diridhoi orang tua. Merajut hati yang sudah terlanjur merasa perlu tambalan sana-sini.

Kami ini, Bu...
Merasakan jamannya bahwa:


"Ketika jodoh tidak lagi hanya di tangan Tuhan tapi juga mesti tervalidasi lidah orangtua." -Sella, suka mikir yang gimana gitu-

Buat Dara, semoga makin tabah dan tabah setiap harinya, kalau kangen ke si Aa mah peluk putrimu saja karena padanya mengalir pula darah si Aa, mengalir pula cinta dan kasihnya. Kalau memang masih memungkinkan, kelak hati ortuakan terbuka. Jika tidak, pasti ada jodoh yang mampu tervalidasi dengan baik lagi.

Nanti kita makan sate padang bareng lagi!
Buat kamu, sabar aja, Mblo :)


Bandar Lampung,



7 Juli 2015


Sedang...ah sudahlah.

Sumber photo: pribadi.

Sunday, 5 July 2015

" Somewhere over the rainbow, way up high
There’s a land that I heard of once in a lullaby.
Somewhere over the rainbow, skies are blue
And the dreams that you dare to dream really do come true." -Over The Rainbow, Judy Garland-

Judy Garland dalam The Wizard of Oz Scene

Penyuka film klasik pasti tahu dengan film The Wizard of Oz yang sangat ngehits di era 1930-an, dibintangi oleh Judy Garland yang berperan sebagai Dorothy (sekaligus menyanyikan original soundtrack Over The Rainbow).

Tapi, saya tidak sedang membahas filmnya, saya cuma mau bahas tentang Rainbow/Pelangi-nya dan Masalah masa depan Bangsa kita.
Setelah Negara Adidaya Amerika Serikat mengumumkan pelegalan terhadap pernikahan sejenis medio Juni 2015 lalu, bukan hanya LGBT yang menjadi sorotan, melainkan juga simbol "kebebasan" mereka, RAINBOW FLAG.

Rainbow Flag (sourch: moma.org)

Ini tentu saja memengaruhi saya dalam menyikapi pelangi, secara umum maupun khusus. Kebetulan sekali beberapa hari setelahnya, serial Upin-Ipin membahas tentang warna dan pelangi. Tau? Saya was-was jadinya, mendampingi si Bayu untuk nonton, khawatir dia terpengaruh trend LGBT, secara simbolis, paling tidak.
Konyol gak?

Pun begitu, saya jadi penasaran. Kenapa pelangi dijadikan simbol?

Konon, Adalah Gilbert Baker, seniman asal San Fransisco yang memperkenalkan bendera tersebut pertama kali pada 1978. Penggunaan bendera tersebut diartikan sebagai bentuk kebanggaan dan pergerakan kaum LGTB dalam menunjukkan keberadaan mereka.
Sejumlah tulisan menyebutkan jika Gilbert menciptakan Rainbow Flag karena terinspirasi dari lagu 'Over The Rainbow' milik penyanyi Judy Garland. Judy Garland sendiri dikenal sebagai icon LGTB.

Itu saya kutip dari salah satu portal berita online. Wah! Betapa terkejutnya saya. Lagu "Over The Rainbow" adalah salah satu lagu favorit, bahkan pertama kalinya saya belajar piano, lagu inilah yang saya mainkan, bukan "Ibu Kita Kartini" atau "Indonesia Raya".
Pada suatu titik, saya merasa "hina" sekali. Hingga kamu ninggalin saya dan memilih dia :( #gagalfokus
Kembali pada Rainbow Flag, pelangi dipilih karena menyimbolkan keberagaman. Apapun "warna"nya, manusia tetaplah manusia.

Saya juga ingin meluruskan, barusan dapat sms dari Pak Obama,
"Sel, tolong bantu perjelas yah,"
"Siap, Pak!" Balas saya.

Jadi begini...
Pelegalan yang dimaksud Pemerintah USA adalah soal administratif, seperti urusan surat menyurat, Kartu Keluarga, Buku Nikah serta Akte jika mereka punya anak (entah asuh atau kandung, jangan pusing kenapa pedang dan pedang bisa menghasilkan). Agar ketika mereka "memilih" jalan itu, bukan berarti mereka bisa tidak peduli terhadap "hubungannya", mereka harus bertanggung jawab. Kan sudah diresmikan negara.
Yah bagi mereka sih daripada heteroseksual tapi mencla-mencle ngurus rumah tangga, mending LGBT tapi bertanggung jawab.
Sekali lagi, soal perasaan mah negara gak ngurus, toh sebelum dilegalkan juga mereka bebas saja hilir mudik kencan gitu. Kalau soal perasaan aku, kamu ngurusin gak? *eh*

***

" oke ini ke sekian kali nya orang nanyain tentang ini .oke aku ga akan bawa bawa masalah agama soal ini karena aku tau aku pun belum kompeten buat ngejelasin dari sudut pandang itu. jujur awalnya aku coba buat open minded, nyoba cari pengecualian yang bisa bikin aku setuju sama keputusan 'mereka' itu. tapi aku gagal faham sepertinya. otak aku malah berfikir di dunia ini ga ada bentuk relasi yang lebih indah dibandingin hubungan antara laki laki dan perempuan. gimana laki laki ditakdirkan hadir di dunia untuk menjaga perempuan yang lemah, gimana perempuan ditakdirkan buat jadi kontradiksi laki laki yang lembut, penenang, dll. well we all know that God made Adam and Eve, not Adam and Steve. aku gatau mungkin akan banyak orang berpendapat pemikiran aku kuno dsb, tapi hey, coba ingat lagi, kita hadir di dunia karena adanya hubungan seperti apa." -Erlin, 20th something tapi tampang belasan-

Senada dengan Erlin, saya juga kurang kompeten untuk menjelaskan perihal Halal/Haram-nya, untuk itu kamu yang muslim bisa baca dan tarik simpul sendiri pada kisah Kaum-nya Nabi Luth, oke, saya tahu kebanyakan anak gaul kekinian jarang bawa al-qur'an terjemahan. Seringnya bawa Gadget, untuk itu kamu bisa baca kisah Kaum Luth di sini.

Sebenarnya ini masalah krusial, bukan cuma persoalan kamu pribadi dan cintamu. Ini menyangkut masa depan kita. Malah sempet curiga, jangan-jangan isu ini salah satu upaya untuk menghancurkan, oleh suatu sistem kuat yang tak terlihat.

Saya cuma mau bilang, masihkah ingin Bangsa kita maju? Punya generasi Emas yang membanggakan?

Ada anak-anak yang mesti dilahirkan, toh?

Kamu gak mau jadi bagian dari sejarah pencetak generasi emas?

Gak mau punya keturunan yang mampu membawa perubahan?

Atau gini deh, karena kita semua pasti akan meninggal. Ada tiga amalan yang tidak akan terputus: Doa Anak Sholeh, salah satunya.
Mau ada yang ngedoain?

Sok atuh, nikahnya sama lawan jenis. Kalau kamu cintanya sama sesama yaudah, cinta tak mesti memiliki. Jangan egois. Bangsa ini butuh "bibit"mu biar bisa maju. Kamu mau ngorbanin masa depan Bangsa hanya karena si Dia?

"Kita tidak pernah tahu dari buku mana sebuah ide akan merubah hidup." -Erasmus-
Saya kira sama halnya dengan,

"Kita tidak tahu dari bibit siapa pemimpin masa depan Bangsa ini yang akan membawa perubahan ke arah lebih baik." -Sella, masih muda-

Lagi pula,
Kan, pernah lihat "colokan"?
Kira-kira begitu,
" even a guy's body is only fit for a girl's."
Tutur Erlin, mengakhiri pendapatnya.


Bandar Lampung,
5 Juli 2015

Semangat yah mencetak anak emas, dan bertanggung jawab ! :)
Oh yah ternyata tadi teh yang sms bukan Pak O-bama tapi O-perator, ngasih tau kuota limet. Heuh.

Thursday, 2 July 2015

"Kuliah itu bukan lomba lari, serius." - Sella, 22th, Lajang, lagi banyak kerjaan di Bumi-

Sore tadi, sambil baca ulang proposal skripsi punya Teh Atul (saking gak ada bacaan baru) -yang dimana si teteh minta tolong buat dibantu cek strukturnya- saya juga baca-baca contoh proposal nikah, masih dari Teh Atul. Gemes. Bukan karena saya ngebet nikah tapi sekali lagi, sedang belum ada bacaan baru. Dari pada saya sok-sokan baca hati kamukan? Heuh rumit. Nah saya juga sembari chat dengan salah seorang teman di media sosial. Biar belaga multitasking gitu.

Setelah berhiha-hihi akhirnya sampai pada pertanyaan inti,

"teh.. menurut teteh, kuliah/wisuda/lulus itu bukan cepet-cepetan kan?" -AR, Mahasiswi tingkat akhir-

Wuah,
Akhirnya saya tutup dua file proposal, saya mau fokus mencerna pertanyaan jleb ini.

SEPERTI REFLEKSI CERMIN

Dasarnya, saya juga anak yang setengah hati, setengah jiwa bahkan setengah fikiran pada kuliah. Sampai pindah-pindah hingga tiga perguruan tinggi. Ditegur orang tua sudah biasa, ditanya-tanya teman sudah tak dirasa, dicibir-cibir orang ah sudahlah. Tapi alhamdulillah sekarang sudah terbebas dari kewajiban-kewajiban duduk merenung di kelas sambil terkantuk-kantuk berusaha fokus ke papan. Malah seringnya kerjaan saya dulu tuh selain tidur yah mendesain baju atau gak yah nulis sajak di kelas. Hadeh.

Jadi, pertanyaan dari Dek AR ini seperti refleksi pertanyaan saya pada masa yang lalu, masa-masa malas dulu.

Mungkin ada baiknya saya ulas hal-hal yang bisa mempengaruhi lama waktu kita menghuni kampus, seperti hal-hal dibawah ini:

1. SEMUA TERGANTUNG NIAT

Mungkin sebagaian besar dari kita sudah tidak asing dengan ini, Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan sebuah hadits dalam kitab Shahih-nya, dari al-Khalifatu ar-Rasyid, Umar bin al-Khattab
radhiallahu ‘anhu , Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﺍﻟْﺄَﻋْﻤَﺎﻝُ ﺑِﺎﻟﻨِّﻴَّﺎﺕِ ﻭَﺇِﻧَّﻤَﺎ ﻟِﻜُﻞِّ ﺍﻣْﺮِﺉٍ ﻣَﺎ ﻧَﻮَﻯ ﻓَﻤَﻦْ ﻛَﺎﻧَﺖْ ﻫِﺠْﺮَﺗُﻪُ ﺇِﻟَﻰ ﺩُﻧْﻴَﺎ ﻳُﺼِﻴﺒُﻬَﺎ ﺃَﻭْ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻣْﺮَﺃَﺓٍ ﻳَﻨْﻜِﺤُﻬَﺎ ﻓَﻬِﺠْﺮَﺗُﻪُ ﺇِﻟَﻰ ﻣَﺎ ﻫَﺎﺟَﺮَ ﺇِﻟَﻴْﻪ
ِ
Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya. Dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang dia niatkan. Barangsiapa yang hijrahnya karena dunia yang ingin ia dapatkan atau karena perempuan yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya untuk apa yang ia tujukan.”

Hadits ini ditempatkan Imam Bukhari
rahimahullah di beberapa halaman dalam kitab Shahih-nya dari jalur al-Qamah bin Waqqash al-Laitsi.

Pun kuliah, ada yang berniat ngeksis, dapat kedudukan tinggi, demi ilmu atau juga karena orang tua. Tapi biar bagimana pun, orang tua tetap mesti didahulukan kehendaknya selama tidak melanggar syariat.

Saya akui, dulu niat saya kuliah itu picisan sekali: Malu kalau gak kuliah, gengsi. Dan itu pula sebabnya, saya malah jadi malu-maluin. Jangan diikuti.

Nah, kalau kamu udah terlanjur niat yang gimana-gimana gitu, mending sekarang langsung bicara pada orangtua; MINTA RESTU, bukan nikah doang keleus yang butuh restu. Dah orangtua mah kaki tangan Sang Pencipta sih. Makanya manjur. Urusan apa aja Insha Allah lancar. Bagi yang sudah gak ada, yah ambil wudhu gih. Selanjutnya, tau kan?

2. LINGKUNGAN

"iya teh.. saya lagi ngerasa gamang aja karena belum beres skripsi sedangkan temen-temen di jurusan lain udah..
penyesalan memang selalu diakhir, saya emang banyak nunda, banyak futurnya.. ya asa gimana gitu rasanya sekarang, kenapa ngebuang begitu banyak waktu yang berharga??"

Dek AR mengutarakan apa yang sedang ia rasani. Saya tahu persis keadaan mahasiswa jurusan ini, bukan, bukan mau bilang kalau mereka malas tapi justru sebaliknya. Anak-anak jurusan seni dan tekhnik memang terkenal "agak lama" ngendok di kampus, selain karena keduanya paling banyak praktek dan kerja lapangan, anak-anak di jurusan ini juga terkenal aktif dalam ragam kegiatan. Suka bikin pameran, suka begadang (dalam konotasi baik), banyak karya pokoknya. Jadi wajar saja kalau agak tersendat dalam hal ke-akademik-an, beda sama anak-anak ekonomi yang kebanyakan lulus cepat (temen-temen saya juga banyak yang lulus 3,5 tahun di jurusan ekonomi).

Jadi, memang sepertinya ini tips yang boleh dicoba:

NGEGAUL KEJURUSAN LAIN

Biar alarm dalam dirimu berbunyi, Dek. Biar korek pematikmu nyala, Dek.

3. DIRI SENDIRI

Nah, ini yang paling krusial, diri sendiri. Penulis buku "Happiness Inside", Gobind Vashdev pernah berkata:

Hanya ada satu orang yang bisa merubah dirimu, dia adalah... lihatlah cermin.

Allah SubhanaWata'ala juga bersabda tidak akan merubah nasib suatu kaum kecuali jika kaum itu sendiri yang merubahnya.

Sudah cukupkan dalilnya?

Lama tidaknya kamu mondar-mandir di kampus memang ada di tanganmu sendiri. Jangan terus menyalahkan keadaan. Apalagi nyalahin saya, memang salah kalau saya cinta kamu? *eh* #gagalfokus.

JADI, KULIAH ITU...

Bukan tentang siapa yang cepat atau duluan wisuda, bukan. Adalah sebuah kepastian kalau yang sudah lulus kuliah tentu tidak cuma ingin leha-leha nganggur, kan? Kalau tidak kerja yah minimal mulai berwirausahalah. Kalau mau mulai dari sekarang nabung modal, seperti cara ini misalnya klik.

Masalahnya, itu tidak semudah menceplok telur, eh nyeplok telur juga gak gampang sih, yang gampang mah masak air.

Sarjana S1 di Indonesia Raya itu buaya banget eh buaaaanyak banget maksudnya. Mau berwirausaha juga kan tidak mudah kalau tidak punya kemampuan. Yang boleh dicoba sih jadi artis, artis yutube lah paling gak. Kayak Bang Hisqie pelopor #gapentingsihchannel yang memang gak penting (curiga, itu hanya pelarian dari perkuliahan di seni rupa yang aneka rupa ujiannya :p maaf yah bang, btw thanks loh kaosnya).

Kalau pun kamu lulus cepat seperti teman-teman saya yang anak ekonomi, manajemen utamanya, gapapa kalau kamu kayak Litaniar yang punya kemampuan berbisnis dan langsung dapet kerja. Gapapa juga kalau kayak fitri yang menyibukkan diri belajar merajut dari youtube, bisa dibisnisin. Bisa berpenghasilan.

Jangan, jadi sarjana yang cuma selonjoran di rumah nambah beban emak bapak karena kebanyakan makan, makan ati.

Maka, lulus kuliah bukan perihal cepat-cepatan kayak lomba lari terus yang duluan sampai dapat medali.

Kuliah, adalah sarana pendewasaan diri. Untuk itu kamu disebut sarjana kalau sudah beres. Kuliah juga wadah dalam menjalin relasi bukan sekedar menjalin kasih, maka amat baik kalau kamu sering ikut-ikut organisasi sana-sini. Ngegahul.

Yaudah, kuliah aja yang baik, dan benar.

Cepat lulus juga benar, dalam upaya menghemat anggaran. Mungkin itu sebabnya anak ekonomi cepet mensarjanakan diri. Lulus cepat juga perlu kalau si dia minta Skripsi sebagai maharnya. Heehehe.

Wassalam, Dek.

Bandar Lampung,
2 Juli 2015

Sekedar pesan-kesan, buat kamu juga, mangat yah :)

Wednesday, 1 July 2015





Sumber Foto: Wikipedia


"Makanan terenak bukan dilihat dari seberapa mewah bahannya tapi dilihat dari sedang bagaimana dan bersama siapa kita makan, itulah cita rasa." -Sella, 22th, single ceria manis berbakat-

Saya sadar, semua orang tentu memiliki makanan favoritnya sendiri, itukan selera. Menu berbumbu kacang seperti pecel, keredok, ketoprak juga sate adalah kesukaan saya. Terutamanya sate. Tapi, untuk sate sih saya lebih suka sate Padang, mungkin lidah saya masih menganut paham Rasis.
Kemungkinan yang paling mungkin adalah, saya selalu makan sate Padang pada saat istimewa bersama orang istimewa! Itu faktanya.

Sate Padang menurut Wikipedia

Sate Padang adalah sebutan untuk tiga jenis varian sate di Sumatera Barat, yaitu Sate Padang, Sate Padang Panjang dan Sate Pariaman .

Sate Padang memakai bahan daging sapi, lidah, atau jerohan (jantung, usus, dan tetelan) [1] dengan bumbu kuah kacang kental (mirip bubur) ditambah cabai yang banyak sehingga rasanya pedas.

Sate Padang Panjang dibedakan dengan kuah sate nya yang ber warna kuning sedangkan sate Pariaman kuahnya berwarna merah . Rasa kedua jenis sate ini juga berbeda. Sedangkan sate Padang mempunyai bermacam rasa perpaduan kedua jenis varian sate di atas.


Betapa,
Waktu saya kecil, ayah bekerja di sebuah Rumah Makan Padang yang sekaligus dijadikan Hotel (catat: Iyah, RM yang ada Hotelnya bukan Hotel yang ada RM-nya). Kebetulan sekali, walau masih berada pada kota yang sama tapi jarak tempat kerja ayah dan kediaman kami dulu sangat jauh. Jadi, ayah menginap di sana dan hanya pulang satu hingga dua minggu sekali. Itulah masa perkenalan saya dengan sate Padang, setiap pulang ayah pasti bawa itu. Disanalah saya mulai meyakini bahwa Sate Padang adalah makanan syurga karena dibawakan oleh orang tercinta.

Setelah beranjak besar saya jarang lagi makan sate Padang kecuali hanya jika saya naik kelas. Sekedar perayaan kecil.

Kemudian sewaktu merantau untuk kuliah dan mesti mengalami Lebaran di Kota orang tanpa Orang Tua, saya sangat rindu rumah. Dan, sate Padang yang ada di Rumah Makan Sederhana ( yang tidak sesederhana namanya ) di sekitar Jalan Lodaya Bandung-lah pengobat kangen saya.

Moment makan sate Padang lagi waktu kuliah tingkat 2, bersama Agi di pinggir jalan Geger Kalong Girang, seberang DT. Itu tentu saja istimewa, karena kami makan-makanan syurga dengan membumi, ngemper duduk di trotoar.

Moment terbaru makan sate Padang (terbaru?? Dua tahun lalu, hah) bareng Teh Yuval dan Aa Manan, habis dari BEC, tapi makannya di Setiabudhi karena udah hampir sampai kostan baru inget laper. Di sana juga saya baru tau kalau Aa Manan BELUM PERNAH MAKAN SATE PADANG sebelumnya,

"Aa jadi kangen sella, kalau lagi makan sate Padang. Jadi suka banget sekarang (suka ke sate Padang maksudnya, bukan ke sella)."
Begitulah isi messenger Aa Manan suatu hari, saya hanya ketawa.

Ah, sate Padang, kapan lagi kita bisa menyatu dalam perasaan yang nyata? Kapan lagi kamu bisa tunjukkan ke saya bahwa di Bumi memang ada syurga, walau kecil.



Bandar Lampung,




1 Juni 2015

Kangen kamu :)

Warung masih senggang, jam di dinding baru menunjukkan pukul 11. Siang dan panas. Belum banyak orang yang makan, mungkin merasa tanggung untuk berbuka tengah hari.
Tak lama setelah saya mengakel nasi, datanglah serombongan Mas-Mas berseragam tujuh orang, dan dua orang lagi memakai pakaian bebas. Saya sempat terperangah sambil memegang centong nasi tapi sebentar saja, sesudahnya saya mencoba membiasakan diri. Senyum ramah manis non-manja pun tersungging di muka.

"Mba, kasih makan yang enak-enak yah, minta apa aja kasih."

Salah seorang dari dua yang tidak berseragam memberi arahan pada saya. Saya degdegan.

"Lo orang gapapa yah ada yang pake tangan kiri, kuncinya gak cocok."

Ujar seorang yang lain, yang tidak berseragam.
Sebenarnya Warung Nasi saya bersistem prasmanan namun melihat situasi dan kondisi tampak tak memungkinkan, maka saya mesti menghidangkan.
Mereka ber-enam (yang satu lagi puasa, jadi minta di bungkus) makan dengan lahap walau ada tampang malu-malu. Namun ada sirat bahagia yang sederhana. Sungguh itu pertama kalinya untuk saya. Mereka merasa sangat dihargai sebagai manusia.

"Mau ngopi-ngopi dulu gak? Atau ngerokok? Lo orang anggep aja kita lagi nyore, santai aja."

Kali ini Bapak tidak berseragam yang bicara, orang yang sama dengan yang menyuruh saya melayani.

"Gak Bang, makasih."

Salah seorang dari bertujuh angkat bicara.
Mereka berbincang santai, saya juga jadi santai. Tidak tegang.

"Lo kayaknya orang lama yah?"

"Iyah Bang, udah enam kali."

"Buset Lo, enak sih yah."

"Hahaha,"

Sekilas obrolan yang tidak sengaja saya dengar sambil mengelap piring.
Usai makan dan membayar, mereka pamit. Bapak yang tidak berseragam keduanya mengucap terimakasih. Sementara yang tujuh lain masih malu dan canggung, ada juga yang sibuk dengan pergelangan tangannya, ada juga yang berjalan dengan kesusahan. Berjinjit.
Akhirnya saya yang berinisiatif bilang,

"Terimakasih kembali,"

Sambil senyum pada semua.
Mereka beriring keluar pintu menuju mobil pribadi milik salah seorang yang tidak berseragam. Saya tahu karena yang tidak berseragam itu langganan ayah, Pak Asep namanya.
Mata saya tak lepas dari punggung ke-tujuh Mas-Mas berseragam, bukan saya naksir. Saya masih terperangah...

Tahanan Polresta Teluk Betung Selatan

Tulisannya seperti melambai-lambai dari punggung mereka.

***

"Kira-kira kasus apa tuh Mba?" Salah seorang pelanggan saya yang lain bertanya,
"Kurang tau, Mas." Saya menutup obrolan lalu menyibukkan diri membungkus nasi.

***

Jangan, jangan pernah nanya ke orang tentang musibah "kasus" yang kebetulan sedang melanda mereka kecuali kalau memng mereka yang mau cerita sendiri. Kita, terutama saya, punya kesempatan kemungkinan yang sama besar suatu waktu bisa berada di posisi itu. Kebetulan saja sekarang sedang giliran mereka. Belum kita.
Mencibir orang tidak lantas membuat kita lebih terpuji. Merendahkan orang tidak lantas membuat kita lebih tinggi.

***

Ditengah hiruk-pikuk bumi, masih terselip polisi-polisi yang baik hati tidak semena-mena. Masih ada.

***

Pernah liat narapidana ditraktir polisi? :)
Bandar Lampung,

1 Juli 2015
Masih tersepona eh terpesona,

Wednesday, 24 June 2015

"Oh ternyata antara Bedu dan Wendy tuh kayaan Wendy loh." Ibu mengomentari sebuah tayangan di salah satu stasiun televisi nasional.
Saya yang sedang asyik melipat pakaian yang sudah kering habis dijemur cuma bisa diam. Karena sedari tadi memang kurang memperhatikan. Maka, malam minggu itu -yah saya cuma malam mingguan di rumah, maklum, lajang- saya habiskan malam untuk menelaah maksud, tujuan serta pesan moral dari acara yang dikomentari Ibu, kalau-kalau ada satu dua hikmah.
***
The Blusukan
Blusuk/blesek dalam bahasa Jawa artinya masuk. Jadi yang pertama kali saya tangkap dari judul acara bertajuk variety comedy reality ini adalah acara yang menayangkan tentang masuk-masukan, entah masuk rumah orang atau bahkan mungkin turut masuk dalam rumah tangga orang. Mungkin.
Sebenarnya saya sangat jarang menonton televisi, maklum kalau saya jadi kurang kekinian begini. The Blusukan ini juga "terpaksa" saya tonton demi memiliki quality time bersama Ibu, sekali lagi, maklum gak ada yang ngajakin mingguan. Duh.
Awal mulanya konsep acara ini adalah blusukan ke jalan-jalan serta tempat keramaian untuk berbagi rejeki. Saya ketahui kemudian dari narasumber terpercaya dan ter-uptodate dalam dunia pertelevisian, Ibu. Seperti gaya berpolitik Bapak nomer satu di Indonesia. Tapi lama-kelamaan kok jadi berubah haluan. Jadinya penuh dengan acara canda tawa mengaduk-aduk privasi orang yang notabene memang dari kalangan selebritis, rumah. Tidak salah-salah, acara yang ternyata kontennya sangat melatih kesabaran si empunya rumah tersebut tayang dalam durasi 120 menit pada prime time.
Coba deh kamu mungkin yang belum sempet nonton episode awal terus bandingin sama yang sekarang-sekarang ini. Liat di Youtube, biar gaul.
Tapi sepertinya selama Ramadhan acara ini tidak tayang untuk sementara karena ada beberapa acara khusus Ramadhan. Biasalah kejar rating.
Malam minggu terang benderang waktu itu karena di rumah ada lampu yang menyala, kami menonton episode The Blusukan ke rumah Wendy dan Bedu -konon, keduanya tidak mengetahui akan diblusuki rumahnya- , dua orang sahabat yang sama-sama berprofesi sebagai komedian bahkan sempat berada pada satu grup lawak saat permulaan karier. Settingnya tukeran rumah, jadi si Wendy pulang kerumah Bedu begitu pun sebaliknya. Nah, ternyata tidak hanya sampai pada pertukaran rumah tapi juga ada adegan tukeran istri juga anak. Jadi Wendy serta Bedu mesti mengikuti permintaan tim kreatif untuk saling memanasi. Dikira sendal jepit kali bisa tuker pake.
Di saat syuting si Wendy dan Bedu mesti rela rumahnya diacak-acak bahkan sampai tempat tidur pribadi pun di injek-injek buat maen enjot-enjotan. Sedih pokoknya. Keadaan rumah Bedu yang jauh lebih minimalis furniturnya dibandingkan rumah Wendy juga menjadi sorotan. Emang salah kalau Bedu sukanya tidur tanpa dipan dan selonjoran di lantai? Bukan berarti Bedu kagak kebeli papan dan lemari pakaian, bisa jadi aslinya harta dia kebanyakan disedekahin, who knows?
Terus, apa coba maksudnya nih The Blusukan? Durasi dua jam cuma dipake buat ngegangguin malam minggu orang, hingga kini saya tidak bisa menjangkau nalar si Produser. Maklum, terlalu keblinger. Dan yang dimaksud dengan komedi tuh apa iyah yang membuat orang lain tertawa dengan menertawakan orang yang kepaksa ikut-ikutan ketawa padahal hati mah siapa yang tahu.
Jadi mbok yah kalau bikin acara yang memang dimaksudkan untuk melucu itu jangan yang sadis begitulah, merugikan orang lain. Walau kelihatannya ikhlas tapi sebagai manusia yang hatinya tidak malaikat tentu mereka menggerutu juga, dalam hal itu si mas Wendy dan mas Bedu. Sampai mesti "rela" istrinya dirangkul-rangkul orang. Mungkin sekarang belum ada tuh masalah tapi nantinyakan tidak ada yang tahu. Saya aja yang nontonnya gak tega, padahal bukan rumah saya yang diporak-porandakan.
Bukan cuma satu dua episode saja yah, hampir semua episode The Blusukan ini gak ada faedahnya terutama bagi saya pribadi. Memang siapa yang peduli kalau Wendy punya koleksi motor gede segarasi? Saya kan bukan petugas pajak. Heuh.
Pernah juga nonton yang episode Indra Herlambang dijodoh-jodohin sama tante Nia Daniati. Mas Indra dipaksa ikut dan didandanin macem penganten betawi diiringi tanjidor mengunjungi kediaman Tante Nia. Beliau inikan kaya raya, cantik dan terkenal entar juga ada lah yang menyambangi, gak perlu disodorin calon apalagi yang lebih muda banget. Please, mending bantu cariin jodoh buat saya aja, wahai Bang Denny Cagur.
***
"Mungkin Bedu uangnya habis dibagi-bagiin, Bu." Celetuk saya kepada Ibu yang kini menonton sambil nyemilin kacang kedelai biar gak bisa ketawa, katanya. Ngetawain orang terdzolimi kan dosa.
"Kok kita gak kebagian yah?"
Saya rasa kalimat terakhir ibu hanya gumaman beliau, jadi saya gak jawab. Lagi pula, saya masih fokus nungguin yang mau ngajak malam mingguan. Eh gak, bercanda.
B. Lampung,
Juni 2015

sumber gambar: google