![]() |
©Asril Tanjung Arasyid |
"...Ia selalu menerorku, bahkan walau tau bahwa Ia itu misteri..."
Salam mangga Thailand~
![]() |
©Asril Tanjung Arasyid |
"...Ia selalu menerorku, bahkan walau tau bahwa Ia itu misteri..."
“Kamu mau jadi anak durhaka yang tidak pernah mau menuruti Orangtua, seperti kawanmu yang lain?”
"Ada masalah lagi, Qayyah!?"
"QAYYAHHHH!!!!!!!"
"Hidupkan lilin ini dan letakkan di lantai,"
"Iya, Bu."
"Letakkan tanganmu di atas api itu?"
"Tapi, Bu.."
"Jangan membantah, Ibu tadi bilang tunggu ibu pulang dari Pasar, sekarang Anak Ayam Kita hilang dua ekor karena Kamu tidak mengunci kandang."
"Maaf, Bu..."
Aku baru ingat tentang kandang berisi ayam di halaman belakang, aku memang lupa menguncinya karena pagi hari mereka biasa dibiarkan keluar mencari udara segar.
"Kau ingin menjadi anak durhaka seperti kawan-kawanmu yang lain?"
Sayang kita tak pernah sempat. Menyisakan sebuah ciuman untuk seluruh cerita yang entah. Meski disesali atau hanya sekedar dicatat. Tahu tahu pagi sudah merapat. Kau mesti berangkat, dan Aku merapikan bangkai kenangan yang tak boleh dirawat lantaran terlanjur laknat. Dan inilah saat yang paling gawat; memandang Kau di muka pintu. Merapikan rambut dan menyusun semacam kalimat perpisahan, lalu tersenyum (agar kita tampak bahagia?).
Setelah itu, punggungmu akan menjauh. Sedang Aku berpura-pura sibuk seolah ada yang harus segera kuselesaikan. Selain menunggu peristiwa ini berulang dan nanti, kalau kebetulan kita bertemu dan merasa percuma, sudah kusiapkan bisikan untukmu “Kita hanyalah sebuah kemungkinan dari kenyataan yang belum seluruhnya terjadi". Percayalah, kalimat pedih itu akan membuat kita punya alasan untuk sekadar melupakan pahitnya nenanggung ingatan.
Bandung, January 2016
Pohon-pohon berlari ke belakang, melawan arah kenangan. Di balik kacamatanya, pandangan matanya redup. Lurus ke depan.
”Antar aku ke toko buku, tujuh hari lagi ya,” ajaknya seminggu lalu.
Kami saling menatap. Ia tersenyum. Aku tertulari. Senyum seraya mengkhayalkan kulit-kulit halus di balik jilbabnya. Sopir angkot dari tadi berupaya keras tak memedulikan kami berdua. Lalu, ia mengamati rambutku yang mengilat, dibelah dari samping. Kemeja kotak-kotak, ikat pinggang, celana katun, dan sepatu kulit hitamku.
”Ada apa?” Tanyanya.
”Ah, tidak.”
Kugenggam jemari tangan kirinya yang tertelungkup di atas pangkuannya. Roknya terulur hingga tumitnya. Jemari tangan kami mulai berpeluh! Dadaku gemetar.
Di dalam kamar sempit, bercelah kecil, aku suka berbaring.
”Maaf, aku belum pernah menyentuh tangan perempuan. Baru kali ini.”
”Aku juga. Baru disentuh kali ini.”
Begitulah pesan pendek di ponsel kami.
”Tapi,” imbuhnya, ”hanya kuserahkan segenggam buah anggur. Takkan kuberikan melon-melon di gunung-gunung itu, di dekat semak belukar berikut ilalang subur menawan. Kecuali, di tikungan jalan itu, kau merapatkan langit dan bumi, mata air kepada arusnya, laut kepada ombaknya, sungai kepada alirnya, serbuk sari kepada putik oleh angin atau beburung kesayanganmu di mana ikatan janji telah dikuatkan, seruling asmara telah ditiup di antara bisik-bisik 'amin' kepala-kepala manusia yang menyaksikannya.”
”Insya Allah,” kataku.
”Insya Allah,” jawabnya.
Tampines, November 2017
"Kalau ibu-ibu bisa kurangi ngegosip lima menit sehari dan digunakan menanam cabai lima pohon, maka tuntas sudah persoalan cabai. Lima pohon itu sudah bisa memenuhi kebutuhan rumah tangga sampai beberapa bulan," ucap Mentan.
![]() | ||
Hasil panen di pekarangan. Copyright © 2017 Peri Tinkersell |
Kalau tahu harga cabe mahal yah gak usah beli, gampangkan? Hellow, kalau tau ngasih solusi buat Negeri itu susah yah gak usah ngejabat, gampangkan?
![]() |
© 2012 Peri Tinkersell |
"Tendanya jadi dipasang di depan rumah Pak RT Bund, bukan di Lapangan Sherly.""Lah kok jauh amat, entar dandannya dimana?""Rumah Wak Ujang paling, kan jadi pelaminan di situ."
"Tar Sella kalo nikah gak mau pake orgenan gitu yah Bund. Prasmanan aja udah gitu.""Emang udah ada yang mau? Jangan ketuaan, kasian tar kalo punya anak."
"Pacar gua dulu yah ganteng-ganteng. Pokoknya Ayah lo itu sabotase aja. Gak bener caranya."
![]() |
Ibundo sedang bersabda :D © 2016 Peri Tinkersel |
![]() |
Menanti Hujan Selesai © 2016 Peri Tinkersel |
"Jika kita tidak bisa mengatur hal kecil, bagaimana mungkin mengatur yang besar?" -Sella, 23th, masih muda-
![]() |
The Chronicles of Narnia: The Voyage of the Dawn Treader |
"Ayahnya puasa yah mulai jam dua belas malem ini."
"He'em." saya manggut, lagi khusuk ngisi data.
"Minum juga gak boleh,"
"Kok gitu? Entar dehidrasi."
"Iyah, kalo perutnya diketok ama Dokter terus bunyi krucuk-krucuk jadinya dipulangin lagi ke ruangan."
"Ujannya deres," Sella cari-cari kalimat pembuka.
"Sella, jangan nikah dulu yah sebelum teteh."
"Kalau udah nikah fokusnya beda, temen teteh yang beranak dua udah jarang bales kalo di chat. Entar gak ada temen curhat lagi."
![]() |
Sella dan Alse © 2016 Peri Tinkersell |
![]() |
Ruang gelatik © 2016 Peri Tinkersell |