Thursday, 29 September 2016


Beberapa orang sependapat bahwa jodoh adalah orang yang ada di lingkungan kita, bisa jadi dia adalah orang terdekat kita. Atau sahabat? Mereka tentu saja setuju dengan beragam contoh seperti Rasulullah S.W.A. dan Siti Khadijah R.A. atau Fatimah dan Ali. Nabi Sulaiman A.S. dan Ratu Bilqis pun begitu, memang Negerinya berjauhan. Namun Beliau sama-sama seorang pemimpin dari Negerinya, kan? Beliau-beliau ini berada pada satu frekuensi lingkungan. Apakah itu sudah cukup meyakinkanmu?

Baiklah, jika memang jodoh adalah orang yang ada di lingkungan kita, bisa jadi dia adalah orang terdekat kita. Atau sahabat? Maksudku, Apakah dia adalah orang yang selalu tampak baik dihadapan kita? Atau musuhmu sekarang mungkin saja memiliki peluang untuk menjadi jodohmu. Fakta ini bisa jadi membuatmu takut, bisa juga penasaran. Kisah-kisah yang biasa muncul dalam drama-drama korea atau ftv-ftv lokal ternyata bisa saja benar terjadi di sekitar kita.

© 2012 Peri Tinkersell
Adalah seorang gadis yang berada pada usia akhir fase psikologi perkembangan masa untuk berpasangan, memiliki impian besar tentang Negeri Mesir, bukan saja jatuh cinta pada ketenangan sungai Nill, bukan pula mendamba hiruk-pikuk Kairo dan juga bukan karena terprovokasi oleh kisah-kisah Habiburrahman EL Shirazy. Baginya, Mesir adalah tanah impian, tanah yang paling kondusif untuk mengembangkan kemampuan bahasa Arabnya. Negeri yang memiliki frekuensi yang sama dengan dirinya, kucing pada satu sisi dan singa pada sisi lain.

Pada bingkai kehidupan yang lain, seorang pria yang tumbuh dan berkembang di lingkungan pesantren, sedang menikmati masa-masa akhir pendidikannya di Universitas Al-Azhar, Kairo. Setelah bercerai dengan istri yang baru saja tiga bulan ia imami dan juga setelah ibunya wafat, rasanya tidak terlalulah perlu untuk kembali ke tanah kelahirannya. Jika seseorang berkata bahwa seorang Ibu dan seorang Istri adalah sayap kiri dan kanan bagi seorang pria, maka pria ini sudah tidak memiliki sayap. Sementara waktu bergulir mendekati Agustus, bulan kelulusannya, sementara itu juga ia makin risau. Bukanlah pilihan mudah antara menetap atau pulang jika dirimu burung yang tak bersayap.

Apakah mereka berjodoh? Entahlah, mereka bukan sepasang teman, kurang juga tepat disebut musuh. Tidak pernah satu sekolah atau kampus. Tapi, takdir membawa mereka pada satu jalan. Jalan yang bisa dilalui darimana saja. Entah melalui ibu dan saudari sang pria pada masa lampau, melalui media sosial dan pekerjaan pada masa kini atau melalui tangan Tuhan pada masa depan.


"Akadnya kamis, resepsinya minggu..." Mas Dian ngasih tau jadwal sambil elus tengkuknya.

"Ih aku mah yah ngeliat tetangga hajatan aja kemaren, udah capek duluan. Mondar-mandirlah, nanyain ini panci siapa itu kenceng siapalah." Sella dari awal udah ngasih keluhan duluan.

"Ya namanyakan kebiasaan keluarga, oh yah tar diajarin basic perawatan keluarga. Bisakan?"

"Euhm bisa...percaya aku bisa?"

"Percaya."

Mas Dian tentu harus percaya bahwa Sella bisa dilepas buat ngerawat Ayah. Dengan tuntunannya dari jauh saja. Karena landasan dari setiap hubungan adalah kepercayaan. Omong-omong, yang dibahas adalah pernikahan Abangnya Mas Dian dengan Istrinya. Bukan pernikahan antara dua orang yang ngobrol diatas.


B. Lampung 28 September 2016

Sunday, 25 September 2016



Pada jum'at malam menuju sabtu, setelah memutuskan sambungan internet dan mematikan gadget, saya berdiskusi dengan Ibundohara Negara Lastari. Kami membahas tentang Anggaran Belanja esok hari. Mempertimbangkan dengan matang Apakah mesti belanja di Pasar Kangkung atau Pasar Panjang. Dilema sekali. Setelah mengalami diskusi panjang akhirnya ditutuplah rapat malam itu. Saya yang belum ngantuk padahal sudah jam 12an malam, mulai membuka bahasan rumpi, biasalah, cewek.


"Tendanya jadi dipasang di depan rumah Pak RT Bund, bukan di Lapangan Sherly."
"Lah kok jauh amat, entar dandannya dimana?"
"Rumah Wak Ujang paling, kan jadi pelaminan di situ."


Kami rempong ngebahas tentang persiapan resepsi nikah. Bukan pernikahan saya tentunya, melainkan tetangga. Tetiba, saya capek ngomongin orang, takut jadi gosip. Maka saya coba alihkan bahasan.


"Tar Sella kalo nikah gak mau pake orgenan gitu yah Bund. Prasmanan aja udah gitu."
"Emang udah ada yang mau? Jangan ketuaan, kasian tar kalo punya anak."


Si Sella panas sendiri, hahaha. Sella jelasin kalo mau nikah yang tanpa pake acara pacar-pacaran. Lelah hati adek bang. Kemudian, demi menghibur saya -- ge-er-nya saya aja kali yah-- Ibund mulai cerita tentang masalalu Beliau.


"Pacar gua dulu yah ganteng-ganteng. Pokoknya Ayah lo itu sabotase aja. Gak bener caranya."


Saya mulai nyimak dan beralih perhatian dari soal jodoh kapan datang. Oh yah, kalau di daerah tempat saya tinggal, adalah hal biasa ortu pake bahasa prokem ke anak. Bahkan beberapa temen saya juga melakukan sebaliknya. Temen-temen saya yang lainnya yang di Bandung, utamanya, sering salah sangka Ibund marah atau apa kalo lagi ngomong ke saya, padahal enggak.. Harap maklum yah :D Terus Ibund lanjutin ceritanya,

"Pernah yah, gua lagi diapelin sama orang jaseng. Cuma ada jeruk satu, yaudah gua buatin eh Ayah lo juga ada di sana. Gua cuma kasih ke Aa jaseng aja minumnya, si Benny bukannya pergi malah tetep di situ. Kebayang gak sakitnya?"

Saya ngakak gak tahan, sambil jawab iya pasti sakit banget.

"Pernah juga ada cowok yang nraktir gua makan mie ayam, di depan warung bude (ibu dan dua saudaranya buka warung nasi uduk sebrangan sama ayah yang buka warung padang ama saudara-saudaranya juga di gerbang Pelabuhan Panjang yang sekarang udah ditutup.) eh Ayah lo dateng masih megang saringan kelapa, bilangnya mau ngasih bubur kacang ijo."

Ibundo sedang bersabda :D © 2016 Peri Tinkersel

"Terus lagi, sebenernya gua kan masih pacaran sama sodaranya ayah pas ayah ngajak nikah. Eh ada lagi lo yang gila, pas udah sebar undangan nikah, Benny tuh tau-tau bilang nikahnya ditunda sampe ada surat balasan dari kakek (kakek Bakhtiar, Bapaknya Ayah). Yaudah gua marahlah, gua pulang ke rumah nenek (nenek Darmi, Emaknya Ibund) eh pas gua udah sampe kampung (jaraknya sekitar 100km dari domisili ayah ibund waktu dulu) eh Ayah lo tau-tau udah tidur di tempat nenek. Masih pake baju masak, malu-maluin gua aja."

Kalau kamu ada dikamar bareng saya dan Ibund malam tadi, pasti kamu gak berenti ketawa.

"Eh tau gak kenapa kita pas itu pindah ke Kebun Pisang? Gara-gara pacar gua yang sudaranya Ayah itu dateng ke rumah kita yang di Kampung Baru, gak tau kalo ibu udah nikah, padahal Monik (anak ketiga, saat itu saya kelas 2 sd) udah lahir yah, ngajak ngobrol padahal dia nunggu aja di jendela. Gua bilang mau tidur siang. Eh tetangga ada yang bilang ke Ayah, Ayahnya marah langsung hari itu juga nyari rumah. Besoknya langsung pindahkan."

Tentang cerita ini, saya juga baru tau. Saya masih gak bisa berenti ngakak sampe nangis jadinya.

"Lo, kenapa nangis? Abis ditolak juga yah?"
"Ih gak. Haha gak tau juga kenapa nangis. Jadi ayah orangnya cemburuan banget yah Bund?" Saya mengelak pertanyaan Ibund.
"Iya parah banget, tapi terlalu cinta gitu malah nyusahin pasangan lah. Bikin gak nyaman."

Malam udah mau pagi saja. Jam dinding udah nunjukin pukul 2.40 pagi. Kami mutusin buat tidur walau bentar. Banyak hal yang kami bagi, banyak hal yang kami dapat.

Tapi yang Ibund belum tahu sampai saat ini adalah alasan saya nangis. Saya nangis bukan karena ditolak cowok atau apa. Saya terharu, saya tau-tau jadi rindu kamu, kamu yang masih samar. Saya memfavoritkan Ayah saya dalam perjuangan hidup Beliau, termasuk perjuangan cinta yang menurut Ibund nyusahin pasangan. Saya sama seperti Ayah, suka "gila" dalam menunjukkan cinta. Yang, jarang bisa kami ungkap lewat kata. Lebih suka nunjukin lewat perbuatan yang kadang gak masuk akal dan terkesan maksa. Semoga kamu nanti tahan, siapa tau saya gak bisa mengendalikan diri, menyuguhkan kamu cinta yang bikin susah. Susah untuk pisah :p

B.Lampung, 24 septermber 2016

Friday, 23 September 2016



Sebagai Perem-puan, puan yang mesti diperem sebelum dihidangkan. Tentu kita memiliki keterbatasan dalam melangkah menjemput jodoh. Ikatan-ikatan disekeliling memaksa kita menjadi seseorang yang menanti, tanpa menjemput dalam artian sebenarnya. Berbeda dengan Tuan, begitulah nasib Puan.

Konon, jodoh dibentuk oleh penantian (utamanya bagi perempuan). Penantian yang bukan sekedar nunggu nanti-nanti, melainkan butuh memupuk kesiapan. Nah, sebagian dari kita tanpa sadar sering bergunjing --yang acapkali kita samarkan sebagai curhatan-- kepada diri sendiri atau bahkan kepada grup rumpi... Tentang jodoh si anu udah datang duluan, kenapa aku belum? Padahal aku juga sudah --merasa-- siap dari segi umur maupun mental (perempuan jarang memikirkan kesiapan materi, baiknya itu lelaki saja yang pikir :p)

Menanti Hujan Selesai © 2016 Peri Tinkersel
Lalu, izinkan saya yang masih lajang ini untuk berdiskusi dengan kalian, para perempuan, untuk menilik kira-kira apa saja yang membuat hidup kita belum ada kamus PERNIKAHAN-nya. Boleh setuju, boleh tidak, atau bisa saja kamu juga punya pemikiran lain? Heum...

Ini mungkin hanyalah hal-hal kecil yang acapkali luput dari "ikhtiar" kita. Maksud saya, dari sekian banyak hal-hal baik yang kita lakukan dalam usaha menanti jodoh, ini jarang diperhatikan;

1.  Manage Keuangan

"Jika kita tidak bisa mengatur hal kecil, bagaimana mungkin mengatur yang besar?" -Sella, 23th, masih muda-

Hah, manage uang apa susahnya? Aku udah usaha kok!
Saya juga merasa begitu. Uwuwuw semenjak bekerja, saya tentu saja mengatur keuangan secara pribadi. Tanpa campur tangan Ibundohara. Mulai dari sandang, pangan hingga papan yah walaupun gak benar-benar tinggal di rumah papan sih. Tapi ternyata tidak mudah, masih kadang hutang sana-sini. Dan uang suka gak keliatan rimbanya. Kadang suka beli stok cemilan buat sebulan padahal jelas-jelas gak mengenyangkan dan nambahin bobot badan *ups*.  Suka laper mata kalau ada diskonan padahal diskon itu diembel-embeli minimal pembelian, yang tadinya gak mau beli apa-apa, jadinya beli apa saja, kan? Bisa dibayangkan, kalau masih begini juga,ketika menikah, kasian suami. Hehehe.

2.  Ngerem Kata
Untuk yang satu ini, emang udah sifat dasarnya perempuan yah hahaha susah sih. Ngerem kata ini gak cuma tentang kata terucap, melainkan juga kata tertulis. Misalnya kalau lagi ada persoalan, tanpa rem kita ungkapkan kebanyak orang. Kalau marah, langsung nyerocos semua yang ada dikepala dan hati dikeluarin. Kadang juga sampai ke media sosial. Itu bahaya banget kalo udah nikah. Semua orang bisa tau isi kamar kita kan? Jadi, seni ngerem kata ini sangat penting untuk dipelajari.

3. Bangun Lebih Pagi dan Produktif
Hayoooo, bangunnya kita udah pagi? Tapi bangun paginya malah dipake buat ngecek hape? Hahaha saya juga masih gitu.
Dicoba deh, bangun pagi, pagi banget sebelum subuh. Mulai dengan hal-hal yang "sebenernya malesin" buat dikerjain. Kayak ngerendem pakaian, nyapu, ngepel beberes dan lainnya. Emang sih, seorang pria menikahi perempuan bukan buat dijadiin pembokat. Tapi, ini melatih kinestetik kita. Anggeplah olahraga, buang kalori cemilan stok sebulan. Hahahaha.

Udah malem, sementara itu dulu. Lain waktu lanjut lagi yah insyaallah.

Salam Saya(ng)


B. Lampung, 23 september 2016

Assalamualaikum...

Mentemen, tadi saya habis rempong cari-cari darah segar buat ayah. Bukan karena Beliau udah berubah jadi vampir tapi karena mesti ngejalanin operasi insyaallah besok pagi pukul tujuh tiga puluh. Dianggota keluarga gak ada yang sama kayak ayah kecuali adik perempuan saya yang ngalamin disabilitas, jadi gak memungkinkan buat ngedonor. Kemarin udah cek jantung dan konsul anastesi. Alhamdulillah lancar. Tapi saya sempet ditanyain tentang buku yang lagi dibaca sama Abang PJ Perawat. Dengan wajah yang mengernyit saat saya sebut NARNIA. Tadi maghrib abis nganterin Jo yang udah ngerelain darahnya buat dipindahin ke ayah (saya iming-imingi dia dengan bilang abis ngedonor bakal turun berat badannya). Terus saya mesti tandatanganin kertas bermaterai buat kelengkapan berkas. Dan Abang PJ Perawat pun ngasih imbauan lagi...

The Chronicles of Narnia: The Voyage of the Dawn Treader

"Ayahnya puasa yah mulai jam dua belas malem ini."
 "He'em." saya manggut, lagi khusuk ngisi data.

 "Minum juga gak boleh,"

 "Kok gitu? Entar dehidrasi."
 "Iyah, kalo perutnya diketok ama Dokter terus bunyi krucuk-krucuk jadinya dipulangin lagi ke ruangan."

 Saya nyengir. Terus balik kanan setelah sebelumnya bilang oke dan makasih.
Yakali, cuma karena saya masih seneng baca buku macem narnia, jadi diajak bicaranya pakek gaya anak-anak. Lagian, suara perut berisi itu bukan krucuk Bang, tapi bukbukbuk. Lagian yang kedua, pengarang Narnia kan orang dewasa, jadi gak ada salahnya baca.

 Sekali lagi, makasih atas segala bantuan temen-temen berupa apapun itu, sangat berarti.

Salam saya(ng)
Wasaalamualaikum.

NB:
Alhamdulillah anak momsel ada yang AB. Tadinya sempet waswas soalnya jo gak yakin juga ama goldarnya karena udah pernah cek duakali tapi hasilnya beda. Paling kalo hopeless yah goldar gue ama febri dicampurin.


B. Lampung 6 september 2016


Baru saja undangan dari tetangga singgah di tangan Sella lewat pintu rumah. Secara otomatis keinget Mas Dian yang bilang Abangnya mau nikahan jadi mau pulkam dulu sampe tanggal 26.

Belum juga lompat keingatan lain, udah kedengeran suara motornya.

"Ujannya deres," Sella cari-cari kalimat pembuka.

Mas Dian nya jawab iya sambil buka jaket. Ini, Beliau cepet banget keluar dari kepala Sella dan tau-tau udah ujanan di depan rumah.


B. Lampung, 21 september 2016



Suatu ketika, ditengah berentetan chat yang saya replay tatutatu *26 chat sekaligus dari Teh Anita* teteh nyeletuk...

"Sella, jangan nikah dulu yah sebelum teteh."

Sellanya cuma ketawa aja, terus nanyain alasan Beliau,

"Kalau udah nikah fokusnya beda, temen teteh yang beranak dua udah jarang bales kalo di chat. Entar gak ada temen curhat lagi."

Teh Anita ngadu sambil kirim screenshoot obrolan ama temennya, yang memang hampir gak ada respon. Sejenak kemudian hal ini membawa Sella pada kesadaran yang bijak. Sekaligus membingungkan.

Sella tau, tiap-tiap kita tentu punya kesibukkan dan prioritas hidup. Tanpa ingin menjugde siapapun, apapun kesibukkanmu, tentu saja teman juga bagian dari hidup. Tenggelam dalam keseharian sebagai ibu rumah tangga tanpa komunikasi yang cukup dengan pihak luar, justru bisa jadi penyebab kesetresan.

Ah si sella mah ngomong wae dah nikah aja belum....
Sella dan Alse © 2016 Peri Tinkersell

Heum, kalau mau dibandingin, sella juga sibuknya ngalah-ngalahin orang yang udah nikah dan seumuran sella, kok. Dibawah asuhan sella, ada bayi usia 13 bulan dan anak usia 8 tahun, Ayah yang baru saja operasi amputasi kaki -sehingga mengurangi kemampuan motorik Beliau dan butuh alat bantu protesa gerak- juga masih harus ganti balutan perdua hari --yang ini alhamdulillah dibantu mas dian-- juga kontrol ke RS. Sella juga nyuci baju tanpa mesin atas 7 pakaian anggota keluarga, beresin rumah juga aplusan dagang sama ibu. Tapi masih bisa balesin chat konsultasi, baca buku, mandi, masak dan MENIKMATI HIDUP. Tanpa menikmati, berat untuk menghandle. Lagipula, masih banyak orang yang tanggungannya lebih "heboh" daripada kita. Jadi kalau mau jujur, sella juga gak ada apa-apanya. Buat temen-temen yang seusia saya dan udah nikah, terus punya anak... Jangan lekas-lekas melepas dunia lainmu. Dunia kita, tidak hanya sebatas gerbang rumah.


B. Lampung, 21 september 2016


21 september

Angkutan Darurat

Omong-omong, saat mesti bawa Ayah kontrol yang pertama ke rumah sakit, Sella sama Ibu sempat kebingungan malamnya. Bagaimana tidak, Ayah baru saja buka jahitan dan masih ada darah yang ngerembes pada verban. Untuk dibonceng pake motor, itu tidak memungkinkan. Ada juga mobil pribadi punya teman Ibu tapi Sella gak bisa nyetir sendiri. Maka, pilihan paling tepat guna adalah AMBULAN.

Nah, persoalan kedua datang lagi, biaya ambulan dalam kota tuh sekali jalan sekitar 250-400k tergantung jarak tempuh. Kalau bolak balik, bisa-bisa untuk transportasi saja sudah ngabisin dana hampir 1 juta. Bukannya gak mau yang terbaik buat Ayah, tapi Ibu sekarang jadi tulang punggung keluarga. Dan masih banyak banget kebutuhan keluarga dengan 7 anggota di rumah. Kebayangkan seterongnya Ibundo Lastari. Hohoho.

Sebagai anak kekinian, Sella rajin lirik kiri kanan. Nah, dapet info tentang Layanan Ambulan gratis program Pak Wali, Walikota, bukan Walinikah

Buat temen-temen yang tinggal dan punya ktp bandar lampung, sila gunakan fasilitas ini. Cukup pakai photo copy ktp+kk. Gak pakai uang rokok, bensin dan jajan. Cukup kasih senyum, terimakasih dan nomer hape ke Mas Satpol PP-nya. Yaiyalah, gak usah ge-er, kalo kagak pake nomer hape nah mau ngubungin kamunya gimana?
.
Hotline Ambulan gratis siap jemput antar warga Bandar Lampung 0822-7822-1400



Tadi pagi Pak Benny ribut minta dibeliin minyak cajuput. Yaudah, sekalian saya beli tupat sayur yang deket PMI cabang B.Lampung, terus ketemu perawat pria terus dianya senyum. Akward. Pas balik keruangan dan ada pemeriksaan rutin eh ternyata Abang perawat tadi tuh tugasnya di ruang Ayah juga. Pantes kayak kenal.

Kemudian sella dipanggil ke kantor perawat buat urus blablablanya Ayah karena memang rencana udah bisa pulang ke rumah hari ini. Tapi, ayah dapet pelayanan home care sampai jahitannya dilepas. Semacam perawat datang ke rumah perdua hari sekali.

And, guess what?!
Yang bertugas buat home care Sang Ayah adalah Abang perawat yang ketemu di tempat tupat tahu.

Dari sekian banyak perawat di ruang gelatik... Tik... Tik...
Ruang gelatik © 2016 Peri Tinkersell


B. Lampung, 12 september 2016



.


"Kalianda pesisir yah?" Ayah mulai sibuk tanyain Mas Dian. Dan Sella mulai curiga sambil buka kunci hape Mas Dian.

"Iya Pak, saya di Gunung Rajabasa nya. Naik ke gunung. Kok tau Pak?" Mas Dian ngejawab sambil waswas.

"Pasti di kampung *tuuuuuuut* kan? Bapak kan dulu dagang disana tahun 89. Udah lahir belum?"

"Iya Pak bener banget. Saya lahir 92. "

Sella makin aja curiga. Tuh kan kan kan pokoknya Ayah mah patut di curigai. Seorang Bapak kepo-kepo sama anak muda di depan anak perem-puannya. Udah cukup luka Ayah aja yang diobati dan dibalut ama Mas Dian. Aku mah jangan .....

*mulai lebay*
*abaikan paragraf terakhir*




B. Lampung, 19 september 2016



"Apotiknya pada tutup yah Minggu," Mas Dian yang baru banget dateng tiba-tiba buka obrolan sambil buka jaket dan tas.


"Indra Jaya!? " Sella nyoba ngasih solusi sambil makein popok Alse.


Mendadak keingetan sama obrolan bareng Teh Anita, rasanya punya itu --as a adult woman, you must know what I mean to do-- mesti siap denger keluh kesah lelahnya dan memberi solusi walaupun kita lagi sibuk sama urusan rumah.

B. Lampung, 18 september 2016



"Darahnya ngerembes, Mas."

"Ngerembes banget, Mba?"

Sella gak ngerti kenapa Mas nya suka nanyain hal yang sebenernya gak perlu ditanyain karena tanpa ditanya juga dah tau jawabannya. Tapi, demi keutuhan rumah tangga -rumah dan tangga di rumah, hahaha- maka sella ngebales dengan adem singkat jelas...

"Banget,"

B. Lampung, 16 september 2016



"Ada itu gak... Euhm, kamar mandi?" Abang perawat yang ngingetin gue ama lontong sayur bertanya.

Si sella bingung sendiri. Ya ada-lah.


B. Lampung, 14 september 2016