© 2017 PERI TINKERSELL |
Wednesday, 29 November 2017
Balinese Minced Fish Satay
Wednesday, 22 November 2017
Baked Honey Sesame Chicken
© 2017 PERI TINKERSELL |
Friday, 17 November 2017
Menjelajah National Orchid Garden Singapore
© 2017 PERI TINKERSELL |
Orchid favourite Sella © 2017 PERI TINKERSELL |
Bunga Anggrek asli disepuh Emas © 2017 PERI TINKERSELL |
Wednesday, 15 November 2017
Crispy Chicken with Lime Leaf Pepper Sauce
© 2017 PERI TINKERSELL |
Tuesday, 14 November 2017
Kita Bukan Hamtaro Maupun Marmut Merah Jambu-nya Bang Radit
Sebenarnya Saya secara pribadi gak kenal sama Mba Selebgram-nya tetapi jauh sebelum "peristiwa" itu muncul, Hanum, teman Saya, pernah nunjukin akun Mba-nya. Ngasih tau gitu make-up yang lagi in. Eye shadow bawah mata yang menurut penglihatan Saya --yang gak cakep dari sananya ini dan sekarang gak suka make up-- malah membuat kesan pucat gak segar macam orang sakit. Nah karena melihat akun si Mba-nya ternyata Doi itu calon istrinya (sekarang sih udah resmi nikah) teman sekelas Saya pas SMA kelas 2&3.
Sunday, 12 November 2017
Pergi ke City Hall Singapore
© 2017 PERI TINKERSELL |
St. Andrew's Cathedral © 2017 PERI TINKERSELL |
© 2017 PERI TINKERSELL |
© 2017 PERI TINKERSELL |
© 2017 PERI TINKERSELL |
Oh yah, info tambahan:
- 20 SGD (Adult)
- 15 SGD (Child)
Harga tourist itu yah.
- New Year’s Day (1-2 Jan)
- Chinese New Year (28-30 Jan)
- International Museum Day (18 May)
- Hari Raya Puasa (25-26 Jun)
- Singapore National Day (9 Aug)
Selamat beraktifitas 🤗
Friday, 10 November 2017
Public Library Tampines Regional (a.k.a Perpustakaan Daerah
© 2017 PERI TINKERSELL
© 2017 PERI TINKERSELL |
© 2017 PERI TINKERSELL |
© 2017 PERI TINKERSELL |
© 2017 PERI TINKERSELL |
© 2017 PERI TINKERSELL |
© 2017 PERI TINKERSELL |
Thursday, 9 November 2017
Merenungi Masa Depan (bersama) Kang Aciel
©Asril Tanjung Arasyid |
"...Ia selalu menerorku, bahkan walau tau bahwa Ia itu misteri..."
Salam mangga Thailand~
Wednesday, 8 November 2017
Ibu
“Kamu mau jadi anak durhaka yang tidak pernah mau menuruti Orangtua, seperti kawanmu yang lain?”
"Ada masalah lagi, Qayyah!?"
"QAYYAHHHH!!!!!!!"
"Hidupkan lilin ini dan letakkan di lantai,"
"Iya, Bu."
"Letakkan tanganmu di atas api itu?"
"Tapi, Bu.."
"Jangan membantah, Ibu tadi bilang tunggu ibu pulang dari Pasar, sekarang Anak Ayam Kita hilang dua ekor karena Kamu tidak mengunci kandang."
"Maaf, Bu..."
Aku baru ingat tentang kandang berisi ayam di halaman belakang, aku memang lupa menguncinya karena pagi hari mereka biasa dibiarkan keluar mencari udara segar.
"Kau ingin menjadi anak durhaka seperti kawan-kawanmu yang lain?"
Ingatan
Sayang kita tak pernah sempat. Menyisakan sebuah ciuman untuk seluruh cerita yang entah. Meski disesali atau hanya sekedar dicatat. Tahu tahu pagi sudah merapat. Kau mesti berangkat, dan Aku merapikan bangkai kenangan yang tak boleh dirawat lantaran terlanjur laknat. Dan inilah saat yang paling gawat; memandang Kau di muka pintu. Merapikan rambut dan menyusun semacam kalimat perpisahan, lalu tersenyum (agar kita tampak bahagia?).
Setelah itu, punggungmu akan menjauh. Sedang Aku berpura-pura sibuk seolah ada yang harus segera kuselesaikan. Selain menunggu peristiwa ini berulang dan nanti, kalau kebetulan kita bertemu dan merasa percuma, sudah kusiapkan bisikan untukmu “Kita hanyalah sebuah kemungkinan dari kenyataan yang belum seluruhnya terjadi". Percayalah, kalimat pedih itu akan membuat kita punya alasan untuk sekadar melupakan pahitnya nenanggung ingatan.
Bandung, January 2016
Nikah Yuk
Pohon-pohon berlari ke belakang, melawan arah kenangan. Di balik kacamatanya, pandangan matanya redup. Lurus ke depan.
”Antar aku ke toko buku, tujuh hari lagi ya,” ajaknya seminggu lalu.
Kami saling menatap. Ia tersenyum. Aku tertulari. Senyum seraya mengkhayalkan kulit-kulit halus di balik jilbabnya. Sopir angkot dari tadi berupaya keras tak memedulikan kami berdua. Lalu, ia mengamati rambutku yang mengilat, dibelah dari samping. Kemeja kotak-kotak, ikat pinggang, celana katun, dan sepatu kulit hitamku.
”Ada apa?” Tanyanya.
”Ah, tidak.”
Kugenggam jemari tangan kirinya yang tertelungkup di atas pangkuannya. Roknya terulur hingga tumitnya. Jemari tangan kami mulai berpeluh! Dadaku gemetar.
Di dalam kamar sempit, bercelah kecil, aku suka berbaring.
”Maaf, aku belum pernah menyentuh tangan perempuan. Baru kali ini.”
”Aku juga. Baru disentuh kali ini.”
Begitulah pesan pendek di ponsel kami.
”Tapi,” imbuhnya, ”hanya kuserahkan segenggam buah anggur. Takkan kuberikan melon-melon di gunung-gunung itu, di dekat semak belukar berikut ilalang subur menawan. Kecuali, di tikungan jalan itu, kau merapatkan langit dan bumi, mata air kepada arusnya, laut kepada ombaknya, sungai kepada alirnya, serbuk sari kepada putik oleh angin atau beburung kesayanganmu di mana ikatan janji telah dikuatkan, seruling asmara telah ditiup di antara bisik-bisik 'amin' kepala-kepala manusia yang menyaksikannya.”
”Insya Allah,” kataku.
”Insya Allah,” jawabnya.
Tampines, November 2017